SIARAN PERS, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara Bertemu Pelapor Khusus PBB, Laporkan Dugaan Pelanggaran HAM dalam Proyek Geotermal di Poco Leok

Koordinator PPMAN Region Bali Nusra, Marthen Salu, S.H., telah bertemu dengan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak-Hak Masyarakat Adat, Dr. Albert k. Barume’s, guna menyampaikan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi dalam proyek pengembangan energi geotermal di wilayah masyarakat adat Poco Leok, Manggarai, Nusa Tenggara Timur.  Pertemuan dengan Pelapor Khusus PBB ini terlaksana disela acara “Asia Preparatory Meeting” yang diselenggarakan oleh Asia Indigenous Peoples Pact (AIPP) di Chiang Mai pada tanggal 25 – 28 Februari 2025.

 

Pertemuan ini menjadi momentum penting bagi masyarakat adat yang selama ini menghadapi tekanan akibat proyek tersebut. PPMAN melaporkan berbagai bentuk dugaan pelanggaran HAM, termasuk perampasan tanah adat, intimidasi terhadap warga, kriminalisasi para pembela lingkungan, serta dampak ekologis yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat setempat.

 

Sebelum pertemuan dengan Pelapor Khusus PBB tersebut, terkait dengan dugaan Pelanggaran HAM yang dialmi oleh Masyarakat Adat Poco Leok, Sekretariat Nasional PPMAN terlebih dahulu telah mengirimkan dokumen pelaporan kepada Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat Adat pada tanggal 13 Februari 2025.

 

Dugaan Pelanggaran HAM dan Tuntutan Masyarakat Adat  

Dalam pertemuan ini, PPMAN menegaskan bahwa proyek geothermal tersebut dilakukan tanpa konsultasi yang bermakna dan tanpa persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan (Free, Prior, andInformed Consent/FPIC) sebagaimana diatur dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP). Selain itu, mereka menyampaikan beberapa tuntutan utama, di antaranya:

 

1. Penghentian sementara proyek geotermal hingga ada proses konsultasi yang adil dan menghormati hak masyarakat adat.
2. Pengakuan hak-hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam mereka.
3. Jaminan keamanan bagi masyarakat adat, termasuk penghentian segala bentuk intimidasi, kriminalisasi, dan kekerasan terhadap warga yang menolak proyek ini.
4. Penyelidikan independen terhadap dugaan pelanggaran HAM yang telah terjadi di lapangan.

 

 

Tentang Mandat Pelapor Khusus PBB

Adapun mandat yang dirancang untuk Pelapor Khusus PBB Untuk Masyarkat Adat diantaranya adalah:

 

1. Mempromosikan praktik baik, termasuk undang-undang yang baru, program pemerintah, dan perjanjian konstruktif antar Masyarakat Adat dengan Negara untuk menerapkan standar Internasional mengenai hak-hak Masyarakat Adat;
2. Memberikan rekomendasi dan usulan mengenai langkah-langkah yang tepat untuk mencegah dan memulihkan hak-hak Masyarakat Adat;
3. Melaporkan tentang situasi Hak Asasi Masyarakat Adat diseluruh Dunia;
4. Menangani kasus-kasus spesifik dugaan pelanggaran hak-hak Masyarakat Adat.

 

Secara rinci, Resolusi Dewan Hak Asasi Manusia 51/16 juga memberikan mandat kepada Pelapor Khusus PBB Untuk Masyarakat Adat yaitu:

1. Mengkaji cara dan sarana untuk mengatasi hambatan terhadap perlindungan secara penuh dan efektif terhadap hak-hak Masyarakat Adat, serta untuk mengidentifikasi, pertukaran dan mempromosikan praktik baik;

 

2. Mengumpulkan, meminta, menerima, dan bertukar informasi dan komunikasi dari sumber yang relevan, termasuk dari Pemerintah, Masyarakat Adat dan komunitasnya, organisasi-organisasi, termasuk organisasi Perempuan Adat mengenai dugaan adanya pelanggaran dan penyalahgunaan hak-hak Masyarakat Adat;

 

3. Merumuskan rekomendasi dan usulan mengenai langkah-langkah dan kegiatan yang tepat untuk mencegah dan mengatasi pelanggaran dan penyalahgunaan hak-hak Masyarakat Adat;

 

4. Untuk bekerja sama dan berkoordinasi dengan prosedur khusus dan badan – badan Dewan Hak Asasi Manusia, khususnya dengan Ahli Mekanisme Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (EMRIP), Lembaga PBB yang lainnya yang relevan, serta Lembaga Perjanjian dan organisasi-organisasi Hak Asasi Manusia ditingkat Regional;

 

5. Meningkatkat keterlibatan dan berpartisipasi dalam sesi pertemuan tahunan forum tetap tentang isu-isu Masyarakat Adat dan Ahli Mekanisme tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (EMRIP), untuk bisa memastikan dan saling melengkapi kerja-kerja antara mereka;

 

6. Untuk mengembangkan dialog yang kooperatif dengan pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah, badan PBB, lembaga khusus pendanaan dan program, Masyarakat Adat, Lembaga Hak Asasi Manusia ditingkat Nasional, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Internasional, Lembaga Regional atau Subregional lainnya, termasuk kemungkinan-kemungkinan Kerjasama tekhnis atas permintaan dari Pemerintah;

 

7. Untuk mempromosikan Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat dan Instrumen Internasional yang relevan untuk pemajuan hak-hak Masyarakat Adat.

 

 

Langkah Selanjutnya

Masyarakat adat Poco Leok berharap adanya perhatian serius dari pemerintah Indonesia, PBB, serta komunitas internasional untuk memastikan hak-hak mereka dilindungi. Mereka juga mengajak berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan media, untuk terus mengawal kasus ini agar tidak ada lagi pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat di masa mendatang.

 

Narahubung:

⁃ Surti Handayani, S.H. (0831-3850-3674)
⁃ Marthen Salu, S.H. (0813-4264-1501)

Member of

Jl. Parakan Salak Desa No.1, Kemang, Kec. Kemang, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat 16310