Kecewa, Masyarakat Adat Nangahale Tolak Putusan Praperadilan yang Dinilai Tidak Adil

Press Release;

 

Maumere, 20 Desember 2024

 

Masyarakat Adat Tana Pu’an Soge Natarmage dan Tana Pu’an Goban Runut Nangahale menyampaikan kekecewaannya atas putusan Pengadilan Negeri Maumere dalam Perkara Praperadilan No.1/PN.Mme yang menolak permohonan Praperadilan terkait kasus Penetapan Tersangka atas 8 (delapan) orang Masyarakat Adat Sogen Natarmage dan Goban Runut Nangahale Talibura Kabupaten Sikka NTT, mereka dituduh melakukan pengrusakan Plang nama yang dipasang oleh PT.KHRISRAMA Keuskupan Maumere di wilayah adat yang telah di tempati dan di kuasai oleh Masyarakat Adat secara turun temurun puluhan tahun di Nangahale, Putusan ini dinilai mencerminkan kurangnya keberpihakan terhadap perlindungan hak-hak masyarakat adat yang telah dijamin oleh Hukum nasional maupun Konfensi Internasional. Mereka ditetapkan sebagai tersangka sengan tuduhan telah melakukan pengerusakan Plang milik Perusahaan dengan menggunakan Pasal 170 ayat 1 KUHPidana oleh Polres Sikka.

 

Sidang Praperadilan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Maumere dan berjalan selama 7 (tujuh) hari sejak 10 Desember 2024 sampai dengan 18 Desember 2024, dan para Hakim dalam putusannya menolak permohonan Praperadilan Masyarakat Adat Tana Pu’an Soge Natarmage dan Tana Pu’an Goban Runut Nangahale. Dalam proses persidangan, 8 (delapan) orang masyarakat adat Nangahale melalui kuasa hukumnya Anton Johanis Bala, S.H, mereka telah menyampaikan sejumlah bukti dan bantahan yang menunjukkan adanya dugaan pelanggaran hukum. Dalam kasus tersebut proses Penangkapan dan Penahanan yang di lakukan TERMOHON telah melanggar Hak Asasi Manusia Penetapan Tersangka Terhadap PARA PEMOHON tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan Objek Sengketa yang di Klaim oleh Perusahaan yang bergerak disektor Perkebunan tersebut adalah Milik Para Pemohon karena secara resmi telah dikeluarkan dari Sertifikat Hak Guna Usaha No. 4 s.d 13 Nangahale Milik PT. KHRISRAMA.

 

Ignasius Nasi Tokoh Adat Nangahale mewakili masyarakat adat Tana Pu’an Soge Natarmage dan Tana Pu’an Goban Runut menyatakan “Kami merasa putusan ini sangat mengecewakan dan mengabaikan hak-hak masyarakat adat yang telah diakui oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan hukum internasional, seperti Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP).

 

Anton Johanis Bala, S.H selaku Kuasa Hukum menyatakan bahwa Kasus Yang Melibatkan Masyarakat Adat, seharusnya diselesaikan melalui mekanisme Alternative Dispute Resolution (ADR) sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan bukan melalui Putusan Pengadilan. Menurut John Bala demikian biasa disapa mengungkapkan bahwa mereka hanya mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam yang dilakukan secara turun temurun di wilayah yang diklaim oleh Peruisahaan sebagai lahan perkebunan bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No.95/PUU-XII/2014, tanggal 10 Desember 2015 yang mengamanatkan ketentuan tindak pidana kehutanan tidak berlaku bagi masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan, sepanjang melakukan penerbangan pohon, memanen, memungut hasil hutan dan beternak dalam kawasan hutan dilakukan bukan untuk kepentingan komersial seperti yang selama ini di lakukan oleh para tersangka.  sehingga menjadi tidak berdasar hukum apabila para tersangka ditetapkan sebagai tersangka pelaku tindak pidana.

 

Lebih lanjut, masyarakat adat menilai bahwa proses hukum yang berjalan tidak mencerminkan prinsip keadilan. “Kami melihat ada sejumlah kejanggalan dalam proses hukum, mulai dari bukti yang diajukan oleh Para Tersangka tidak dipertimbangkan. Kami mempertanyakan independensi lembaga peradilan dalam kasus ini,” tambah John Bala.

 

Masyarakat adat Tana Pu’an Soge Natarmage dan Tana Pu’an Goban Runut berkomitmen untuk melanjutkan perjuangan hukum mereka, Mereka menegaskan kepada pihak pemerintah, lembaga peradilan, dan masyarakat luas dapat membuka mata terhadap perjuangan masyarakat adat Tana Pu’an Soge Natarmage dan Tana Pu’an Goban Runut Nangahale yang terus-menerus menghadapi diskriminasi dan ketidakadilan. Penolakan terhadap praperadilan ini tidak hanya menjadi pukulan bagi Masyarakat Adat di Nusa Tenggara Timur saja akan tetapi juga menciptakan preseden buruk bagi perlindungan Hak Masyarakat Adat di seluruh Indonesia.

 

 

Anton Johanis Bala,S.H

Kuasa Hukum Masyarakat adat

(PPMAN)

Member of

Jl. Parakan Salak Desa No.1, Kemang, Kec. Kemang, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat 16310