Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) menyelenggarakan Pelatihan Paralegal bagi Pemuda Penganut Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pelatihan yang diselenggarakan atas dukungan dan Kerjasama dengan Direktorat Bina Kepercayaan dan Masyarakat Adat Kementerian Kebudayaan RI ini diselenggarakan 17 hingga 20 Juni 2025 di Jakarta dengan tujuan memperkuat kapasitas pemuda penghayat dalam memahami hak-hak konstitusional, serta membekali mereka dengan keterampilan dasar pendampingan hukum dalam menghadapi berbagai bentuk diskriminasi dan pelanggaran hak.
Syamsul Alam Agus Ketua Badan Pelaksana PPMAN dalam keterangannya menjelaskan bahwa kegiatan pelatihan paralegal ini diikuti 38 peserta muda yang berasal dari berbagai komunitas penghayat kepercayaan di seluruh wilayah di Indonesia. Dan selama empat hari, para peserta mendapatkan materi tentang sistem hukum nasional, hak asasi manusia, teknik pendampingan hukum berbasis komunitas, serta strategi advokasi kebijakan. Menurut Syamsul Alam, pelatihan ini merupakan bagian dari upaya memperkuat gerakan masyarakat adat dan penganut kepercayaan dalam menegakkan keadilan dan kesetaraan di hadapan hukum.
“Pemuda penghayat kepercayaan kerap mengalami marginalisasi ganda — baik sebagai masyarakat adat maupun sebagai pemeluk kepercayaan minoritas. Pelatihan ini menjadi ruang penting untuk membekali mereka dengan alat hukum agar bisa membela diri dan komunitasnya secara mandiri,” ujarnya.
Pelatihan ini juga menghadirkan narasumber dari berbagai lembaga, seperti CRCS UGM, EcoAdat, Advokat berpengalaman dari PPMAN, serta praktisi hukum dan akademisi yang selama ini mendampingi komunitas penghayat dan masyarakat adat.
Pada sesi pendalaman materi konstitusi, para peserta melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi. Pada kesempatan tersebut, secara aktif, peran peserta interaktif dengan analis hukum Mahkamah Konstitusi terkait dengan implementasi putusan MK Nomor 97 Tahun 2016 tentang hak administrasi kependudukan.
Kegiatan ini ditutup dengan simulasi pendampingan kasus dan penyusunan rencana aksi komunitas, sebagai bentuk komitmen peserta untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam kerja-kerja pendampingan hukum di lapangan.
Melalui kegiatan ini, PPMAN menurut Syamsul Alam berharap akan tumbuh lebih banyak kader muda paralegal yang mampu menjadi garda depan dalam perjuangan hukum dan kebijakan untuk menjamin pengakuan, perlindungan, dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat dan penganut kepercayaan di Indonesia.
Pengalaman Pertama
Peserta pelatihan yang ditemui disela – sela kegiatan pelatihan menyatakan pelatihan para legal seperti yang diikuti saat ini menjadi pengalaman pertama komunitas penghayat, sehingga memberikan pengetahuan baru bagi kelompok muda penghayat. Nindya Putri Prameswari dari Komunitas Penghayat Sapto Darmo menyampaikan rasa syukurnya bisa mengikuti pelatihan ini sehingga mendapatkan hal baru bagi perjuangan kelompok penghayat memperjuangkan hak – hak nya. “ Pelatihan ini adalah pengalaman pertama sehingga sangat berguna bagi pemuda penghayat, karena selama ini kita belum tersadarkan dan merasa baik – baik saja,” tegas Putri. Terkait dengan Putusan Mahkamah Konsitusi No.97/PUU-XIV /2016 yang membuka ruang penghayat berhak diperlakukan setara secara administratif, Putri menyatakan mengapresiasi putusan MK ini walaupun pada prakteknya belum di jalankan secara maksimal dan berpihak kepada kelompok penghayat.
Senada dengan Putri disampaikan oleh Nanda Shelly Susanti dari Dewan Musyawarah Wilayah Gema Pakti Jawa Barat yang merasakan manfaat pelatihan Paralegal dan praktiknya pemantauan karena sangat memberikan wawasan baru. “Sebagai peserta kami selama ini belum pernah belajar tentang kiat – kiat atau cara – cara kita dalam melakukan advokasi sebagai seorang paralegal, hari ini kita belajar ilmu yang baru, tentu saja sangat bermanfaat bagi kerja-kerja advokasi kelompok muda penghayat ke depan,” jelas Nanda.
Nanda berharap kegiatan serupa akan ada tindak lanjut untuk memperkuat kapasitas anggota Gema Pakti.