Mewujudkan Sinergi Perlindungan Masyarakat Adat: Kunjungan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara ke Direktorat Bina Kepercayaan dan Masyarakat Adat Kementerian Kebudayaan RI

Jakarta – Dalam upaya memperjuangkan hak-hak masyarakat adat di Indonesia, perwakilan dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) melakukan kunjungan ke Direktorat Bina Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat di Kementerian Kebudayaan. Pertemuan ini bertujuan untuk membahas kerjasama strategis dalam rangka pemenuhan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat yang telah lama terpinggirkan.

 

Perwakilan PPMAN, yang dipimpin oleh Ketua Badan Pelaksana PPMAN, Syamsul Alam Agus, disambut hangat oleh Direktur Bina Kepercayaan dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi, S.H., M.H., beserta jajaran pejabat kementerian. Dalam pertemuan tersebut, Alam menegaskan pentingnya sinergi para pihak untuk memastikan hak-hak konstitusional masyarakat adat terpenuhi. “Kami berharap kunjungan ini menjadi langkah yang konkret dalam membangun kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan bagi masyarakat adat,” ujarnya.

 

Sjamsul Hadi menyambut baik inisiatif tersebut dan menegaskan komitmen kementerian untuk mendukung masyarakat adat dalam berbagai aspek, termasuk pengakuan hak atas tanah adat, pelestarian budaya, serta akses terhadap pendidikan adat dan layanan advokasi. “Kami percaya bahwa kolaborasi ini akan memperkuat upaya pemerintah dalam melindungi dan mempromosikan hak-hak masyarakat adat,” kata Sjamsul Hadi.

 

Dalam diskusi yang berlangsung, kedua belah pihak menyepakati beberapa langkah strategis, seperti optimalisasi tim kerja advokasi bersama untuk mengkaji kebijakan yang lebih adil bagi masyarakat adat, penyusunan program pelatihan dan pemberdayaan, serta peningkatan partisipasi masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan.

 

Selain itu, Syamsul Alam Agus juga menekankan pentingnya pengakuan dan perlindungan kepada masyarakat adat dan praktik tradisional yang telah menjadi bagian integral dari identitas masyarakat adat. “Kami ingin memastikan bahwa budaya dan tradisi masyarakat adat tidak hanya diakui, tetapi juga dilindungi dan dihormati oleh semua pihak,” tambahnya.

 

Kunjungan ini diakhiri dengan kesepakatan kedua belah pihak untuk melanjutkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) sebagai simbol komitmen bersama untuk terus bekerja sama dalam memajukan hak-hak masyarakat adat di Indonesia. PPMAN dan Direktorat Bina Kepercayaan terhadap TYME dan Masyarakat Adat optimis bahwa dengan kolaborasi yang kuat, masa depan yang lebih baik dan adil bagi masyarakat adat dapat terwujud.

 

Dengan harapan yang tinggi, perwakilan PPMAN kembali mengabarkan kepada komunitas masyarakat adat diseluruh nusantara, membawa kabar baik tentang langkah-langkah yang akan diambil untuk memastikan bahwa masyarakat adat di Indonesia dapat hidup dengan hak-hak yang diakui, dilindungi dan dihormati di negara republik Indonesia.

Perempuan Adat Talang Mamak : Dari Ladang ke Meja Hijau

Riau – Dalam sebuah kasus yang mencuri perhatian publik, seorang perempuan adat dari komunitas masyarakat adat Talang Mamak, Kabupaten Indragiri Hulu, harus menghadapi persidangan pidana terkait dugaan pembakaran lahan. Peristiwa ini menyoroti dilema yang dihadapi masyarakat adat dalam mempertahankan cara hidup mereka di tengah tekanan hukum modern.

 

Sona binti Kulupmat, perempuan tersebut, adalah merupakan seorang Ibu tujuh orang anak yang kesehariannya bekerja sebagai petani dan ibu rumah tangga dari Komunitas Masyarakat Adat Talang Mamak yang berada di Desa Sanglap, Kecamatan Batang Cenaku, Kabupaten Indra Giri Hulu. Sona beserta anggota komunitas masyarakat adat di Talang Mamak selama bertahun-tahun mengandalkan ladang kecilnya untuk bertahan hidup. Dalam tradisi masyarakat adat Talang Mamak, metode berladang berpindah atau slash and burn adalah bagian dari praktik pertanian mereka yang diwariskan secara turun-temurun. Namun, kebijakan pemerintah yang ketat terhadap pembakaran lahan tanpa izin kini membawa Sona ke hadapan hukum.

 

Pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Rengat, Sona tampak terpukul. Dengan suara bergetar, ia menceritakan bahwa tindakannya tidak lain adalah upaya untuk menyediakan makan bagi keluarganya. “Kami tidak punya pilihan lain. Ini cara kami bertani sejak nenek moyang kami,” ucap Sona sambil menahan air mata.

 

Indra Jaya, S.H., M.H., Advokat Pembela Masyarakat Adat dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) yang mendampingi Sona menyatakan bahwa kasus ini mencerminkan ketidakseimbangan antara kebijakan negara dan hak-hak masyarakat adat. “Negara seharusnya memberikan perlindungan hukum yang mempertimbangkan kearifan lokal, bukan malah menjadikan mereka korban dari kebijakan yang tidak sesuai dengan realitas di lapangan,” tegas Indra Jaya.

 

Di sisi lain, jaksa penuntut umum menegaskan bahwa tindakan Sonaj telah melanggar Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Kami memahami kondisi yang dialami masyarakat adat, namun hukum harus ditegakkan untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih besar,” ujar jaksa dalam persidangan.

 

Kasus ini memicu gelombang dukungan dari berbagai organisasi masyarakat sipil dan aktivis hak asasi manusia. Mereka menyerukan reformasi hukum yang lebih inklusif terhadap masyarakat adat serta mendesak pemerintah untuk mengakui dan melindungi praktik tradisional yang berkelanjutan.

 

Bagi Sona dan komunitas Talang Mamak, perjuangan ini belum berakhir. Mereka berharap bahwa kasus ini menjadi titik awal untuk dialog yang lebih baik antara pemerintah dan masyarakat adat, sehingga tradisi dan kehidupan mereka dapat dilindungi tanpa harus berhadapan dengan ancaman pidana.

 

Dengan mata yang penuh harapan, Sona menatap masa depan, berjuang untuk keluarganya, komunitasnya, dan hak-hak masyarakat adat di tanah air.

 

Kronologis Kriminasasi Perempuan Adat, Sona binti Kulupmat.

Sona Binti Kulupmat ditetapkan sebagai Tersangka oleh Kepolisian di Polrest Indra Giri Hulu karena dituduh melakukan pembakaran dan penebangan pohon di ladangnya pada tanggal 31 Juli 2024, yang mana aktifitas pembersihan ladang tersebut dilakukan dengan tujuan untuk persiapan penanaman kembali tanaman padi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan ekonomi keluarganya.

 

Adapun tanaman yang dibersihkan dan dibakar oleh Ibu Sona Binti Kulupmat merupakan tanaman bambu dan pohon pisang yang sudah kering, dan lokasi pembakaran tersebut memiliki jarak kurang lebih 2 meter dari lokasi kebakaran yang terjadi sebelumnya.

 

Merujuk pada surat dakwaan, terdakwa telah melakukan pembakaran lahan yang pada akhirnya api merambat ke lahan yang dekat dengan ladang Ibu Sona hingga merebak pada lahan seluas 12 hektar lahan, tindakan pembakaran lahan tersebut tidak pernah memikirkan bahwa akan memberikan dampak hukum dan menjadikannya sebagai terdakwa.

 

Bahwa dalam proses penetapan Ibu Sona Binti Kulupmat sebagai tersangka hingga ditetapkan sebagai terdakwa oleh Kepolisian Polres Indragiri Hulu, pihak Aparat Penegak Hukum dalam menyikapi peristiwa hukum tidak menggunakan pendekatan yang “HUMANIS”.

 

Kepolisian langsung melakukan penangkapan dan penahanan Pada saat pelimpahan berkas perkara Polres Rengat ke Kejaksaan Negeri Rengat, pihak Kejaksaan juga tidak melakukan pendekatan yang tidak mempertimbangkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Penanganan Perkara Pidana yang terdapat pada Bab III Tentang Penyelidikan dan Penyidikan.

 

Paska ditetapkannya sebagai terdakwa, saat ini Ibu Sona Binti Kulupmat sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Rengat dengan nomor perkara 389/Pid.Sus-LH/2024/PN Rgt.

Pernyataan Bersama Hentikan Kriminalisasi kepada Akademisi Ahli Kasus Korupsi Solidaritas untuk Prof Bambang Hero

Pasca Harvey Moeis divonis pidana penjara 6,5 tahun dengan putusan yang mengharuskan

korporasi mengganti kerusakan lingkungan akibat korupsi timah, muncul intimidasi kepada

ahli perkara tersebut. Dalam putusan Harvey Moeis terungkap adanya kerugian kerusakan

lingkungan senilai Rp 271 triliun akibat aktivitas PT Timah Tbk dan 5 perusahaan lainnya.

Nilai tersebut muncul dari penghitungan kerugian negara di sektor lingkungan yang

dilakukan oleh ahli bernama Prof. Bambang Hero.

Bambang Hero dilaporkan oleh Kantor Hukum Andi Kusuma Law Firm yang mengaku

sebagai perwakilan elemen masyarakat Bangka Belitung ke Polda Bangka Belitung.

Bambang Hero dituduh memberikan keterangan palsu dengan melakukan perhitungan

kerugian lingkungan yang tidak sesuai.

Pelaporan kepada Bambang Hero patut dilihat sebagai upaya judicial harassment atau

intimidasi melalui jalur hukum. Serangan dan intimidasi rentan muncul terhadap ahli yang

memberikan keterangan untuk mendukung pengungkapan kasus korupsi. Ironisnya,

pelaporan ini bukan merupakan upaya kriminalisasi pertama yang dihadapi Bambang Hero.

Pada 2018, Bambang Hero pernah digugat secara perdata bersama dengan Basuki Wasis

saat keduanya menjadi ahli dalam perkara korupsi. Mereka digugat oleh terdakwa kasus

korupsi pengeluaran izin pertambangan yang dilakukan oleh mantan Gubernur Sultra Nur

Alam.

 

Keterangan Ahli di Muka Persidangan

Keterangan ahli yang diberikan di muka persidangan, sebagaimana dilakukan oleh

Bambang Hero, merupakan aktivitas akademik yang dilindungi hukum. Hal yang

disampaikan ahli merupakan bagian tak terpisahkan dari kemampuan atau karya akademis,

baik berupa penelitian, pengajaran, dan publikasi yang telah dilahirkan sebagai kewajiban

yang dipenuhi oleh seorang akademisi. Karya-karya akademis dapat menjadi pertimbangan

hakim untuk dihadirkan dalam persidangan, sebelum disumpah.

Keterangan ahli yang diberikan Bambang Hero di muka persidangan a merupakan hasil

pemikiran yang didasarkan metode ilmiah yang telah ia yakini. Dalam proses

persidangan, tentunya hakim, pengacara, atau jaksa dalam kasus pidana memiliki hak untuk

menguji keahlian saksi ahli. Para pihak juga dapat menghadirkan ahli lain untuk

menyandingkan, menguji argumen lainnya, bilamana dinilai keterangan ahli terkait tidak

memuaskan atau dianggap tidak tepat. Sehingga, bilamana keterangan Bambang Hero

dianggap tidak tepat, keliru, atau bahkan mengandung unsur kebohongan, maka forum yang

secara hukum disediakan adalah mengundang ahli lain untuk mengujinya di pengadilan

untuk kemudian disimpulkan para pihak, termasuk hakim dalam mengambil putusan.

Sebagai aktivitas akademik, yang mana pemikirannya atas dasar metode ilmiah, maka untuk

menguji keterangan ahli harus dikembalikan pada komunitas para ahli terkait, baik melalui

institusi pendidikan tinggi yang bersangkutan ataupun melalui asosiasi akademik yang

memungkinkan mengujinya atas dasar keahlian. Hal inilah yang disebut MEKANISMEMENGUJI DENGAN KEAHLIAN TERKAIT, atau PEER REVIEW MECHANISM dalam

menguji nalar atau argumen, metode, maupun hasil dari suatu pemikiran/penelitian

akademis. Pihak yang dapat menentukan apakah keterangan ahli tersebut tidak tepat,

keliru, berbeda atau bahkan mengandung unsur kebohongan, hanyalah peer review

mechanism.

Bahwa Prof. bambang Hero hadir dan memberikan keterangan ahli dalam persidangan

merupakan bagian dari kebebasan akademik sekaligus otonomi keilmuan, yang

menjalankan amanat Tri Dharma Perguruan Tinggi ketiga, yakni Pengabdian Masyarakat.

Pasal 47 UU Dikti, ayat (1): “Pengabdian kepada Masyarakat merupakan kegiatan

Sivitas Akademika dalam mengamalkan dan membudayakan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sedangkan ayat (2) “Pengabdian kepada Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan sesuai dengan budaya akademik, keahlian,

dan/atau otonomi keilmuan Sivitas Akademika serta kondisi sosial budaya masyarakat.

Berdasarkan sejumlah ketentuan di atas, pelaporan kepada Prof. Bambang Hero tidak

layak ditindaklanjuti. Karena, kehadirannya serta pemberian keterangan ahli di muka

persidangan merupakan bagian dari Kebebasan Akademik dan Otonomi Keilmuan yang

menjadi amanah Tri Dharma Perguruan Tinggi. Secara hukum, apa yang dilakukannya

dilindungi dan difasilitasi oleh Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Sehingga, bila pelapor

keberatan atas keterangan ahli Prof Bambang Hero, seharusnya keberatan itu diajukan

melalui institusi Porf Bambang Hero, yakni Institut Pertanian Bogor (IPB), BUKAN melalui

laporan kepolisian pemidanaan atau langkah hukum lain yang bukan bagian/proses dari

menguji pertanggungjawaban akademik seorang akademisi.

Proses hukum yang sedang berlangsung, apalagi menghukum keterangan ahli yang

disampaikan akademisi justru merendahkan posisi universitas untuk ikut andil dalam

mengembangkan upaya melindungi ilmu pengetahuan. Universitas itu sendiri, sebagai

bastion libertatis, benteng kebebasan!

Oleh karenanya bila kasus yang menimpa Prof Bambang Hero tersebut tetap diproses

hukum dan dinyatakan bersalah atas keterangan ahlinya atau hasil risetnya, jelas

penggunaan hukum negara terlalu jauh masuk ke dalam profesionalitas dan standar

etika komunitas akademik. Kasus itu harusnya diselesaikan melalui forum akademik itu

sendiri.

 

Kriminalisasi Bambang Hero = Pelanggaran Perlindungan Pejuang Lingkungan

Pelaporan terhadap Bambang Hero juga patut diduga melanggar Peraturan Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 10 tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum bagi

Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat

(PermenLHK 10/2024). Dalam hal ini, akademisi dan atas pendapatnya melakukan

penghitungan kerugian kerusakan lingkungan masuk sebagai subjek yang dilindungi aturan

tersebut. Pasal 2 peraturan tersebut menyatakan bahwa orang yang memperjuangkan

lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.Dalam aturan lainnya juga dijelaskan bahwa menghitung kerugian kerusakan lingkungan

perlu berpedoman pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 7 Tahun

2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup (Permen LHK 7/2014). Merujuk pada Pasal 4,

perhitungan kerugian lingkungan hidup dapat dilakukan oleh ahli bidang pencemaran

dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan/atau valuasi ekonomi lingkungan hidup. Aturan

tersebut juga memberi pedoman penghitungan kerugian lingkungan dengan membagi

kerugian lingkungan dalam kawasan hutan dengan luar kawasan hutan.

Aduan yang disampaikan oleh pihak pelapor kepada kepolisian mengenai Bambang Hero

tidak memiliki dasar dalam melakukan penghitungan kerugian negara merupakan

kekeliruan. Penghitungan kerugian tersebut pun sudah diakomodasi oleh pihak BPKP

sebagai bagian dari valuasi terhadap kerugian keuangan negara sekitar Rp300 triliun. Kami

meyakini bahwa proses perhitungan yang dilakukan BPKP telah didasarkan pada prinsip

due proportional care, yang mana perhitungan ini kemudian telah diakui oleh Majelis Hakim

di Pengadilan Negeri Tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara ini.

Selain itu, kejadian yang dialami oleh Bambang Hero merupakan upaya intimidasi kepada

pihak yang terlibat dalam upaya melawan pelaku perusak lingkungan. Berdasarkan data

ICW dari 2015-2024, terdapat 50 kasus intimidasi terhadap 123 pegiat antikorupsi, 20 kasus

di antaranya adalah upaya judicial harassment.

Untuk itu Koalisi Perlindungan Pejuang Lingkungan mendesak agar:

1. Pemerintah mengevaluasi implementasi aturan perlindungan pejuang lingkungan;

2. Kejaksaan memberikan upaya perlindungan kepada Prof. Bambang Hero agar

kejadian ini tidak berulang;

3. Polda Bangka Belitung tidak melanjutkan proses hukum terhadap Prof. Bambang

Hero dan Kepolisian RI menghentikan upaya kriminalisasi yang serupa di kemudian

hari.

 

List Lembaga dan Akademisi

Lembaga

1. Indonesia Corruption Watch

2. Jikalahari

3. Greenpeace Indonesia

4. PIL-Net Indonesia

5. Senarai

6. Yayasan Lembaga Konsumen Malang

7. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)

8. SAKSI (Pusat Studi Anti Korupsi ) Universitas Mulawarman

9. Fitra Provinsi Riau

10. Kabut Riau

11. Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia

12. Transformasi untuk Keadilan Indonesia

13. Auriga Nusantara

14. Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)

15. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)16. Bunga Bangsa

17. Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) FH UGM

18. Yayasan Tifa

19. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)

20. Perkumpulan HuMa Indonesia

21. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (BEM FH UI)

22. Yayasan LBH Indonesia (YLBHI)

23. Sawit Watch

24. Transparency International Indonesia

25. Thamrin School of Climate and Sustainability.

26. WALHI Riau

27. Forum Taman Baca Masyarakat Kota Pekanbaru

28. Lembaga Terranusa Indonesia

29. Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua [AMPTPI]

30. MADANI Berkelanjutan

31. Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Indonesia (YAPPIKA)

32. Koalisi Mahasiswa dan Rakyat Tasikmalaya (KMRT)

33. Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)

34. Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas

35. WALHI Kalimantan Tengah

36. POKJA 30

37. FIAN Indonesia

38. Yayasan Amerta Air Indonesia (YAAI)

39. Pantau Gambut

40. Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK)

41. LBH Jakarta

42. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)

43. Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)

44. Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN)

45. Kobar Obor Peduli Indonesia (KOPI)

46. Lembaga swadaya Masyarakat Peduli Lingkungan

47. YASMIB Sulawesi

48. Satya Bumi

49. KP2KKN Jawa Tengah

50. Anti Corruption Committee Sulawesi

51. Puskaha Indonesia

52. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Krisnayana

53. Perkumpulan Creata

54. Lokataru Foundation

55. Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM)

56. Pusaka Bentala Rakyat

57. Yayasan Cahaya Guru

58. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)

59. Trend Asia

60. IMPARSIAL

61. Yayasan Penguatan Lingkar Belajar Komunitas Lokal (PIKUL)

62. Yayasan Kurawal

63. Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK)64. Rumah Baca Komunitas

65. Yayasan Saung Alam Indonesia (SANDI)

66. SAFEnet

67. Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)

68. Yayasan Satu Keadilan (YSK)

69. Kemitraan

70. IM57+ Institute

71. Sajogyo Institute

72. Pusat Studi Kejahatan Ekonomi Universitas Islam Indonesia

73. Rumah Baca Aksara

74. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)

75. Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta

 

Akademisi

1. Lidia Tarigan (Dosen Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang)

2. Iman Prihandono (Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga)

3. Tutik Rachmawati (Ketua Pusat Studi Center for Public Policy & Management

Studies Universitas Parahyangan)

4. Muh. Ichwan Kadir (Dosen Prodi Kehutanan, Universitas Islam Makassar)

5. ⁠ Andi Gunawanpratama (Program Menejer, Tim Layanan Kehutanan Masyarakat)

6. Herdiansyah Hamzah (Pengajar Fakultas Hukum Universitas Mulawarman)

7. Totok Dwi Diantoro (Pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada)

8. Orin Gusta Andini (Pengajar Fakultas Hukum Universitas Mulawarman)

9. Dian Noeswantari (Pengembang Pendidikan HAM Pusat Studi HAM Universitas

Surabaya)

10. W. Riawan Tjandra (Pengajar Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

11. Ahmad Sofian (Dosen dan Ahli Hukum Pidana, Sekretaris Jenderal Asosiasi

Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi)

12. Hayu S. Prabowo (Dosen Business Law and ethic, Indonesia Banking School)

13. M, Shohibuddin (Dosen Fakultas Ekologi Manusia, IPB)

14. Mia Siscawati (Dosen Prodi S2 Kajian Gender SKSG UI)

15. Imam Koeswahyono (Kompartemen Hukum Agraria & Sumberdaya Alam Fakultas

Hukum Universitas Brawijaya)

16. Yance Arizona (Pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada/UGM)

17. Herlambang P. Wiratraman (FH UGM)

18. Sulistyowati Irianto (Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia)

19. Zainal Arifin Mochtar (Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada)

20. Gandjar Laksmana Bondan (Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia)

21. Sulaiman Tripa (Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala)

22. Bivitri Susanti (Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera)

23. Charles Simabura (Dosen Fakultas Ilmu Hukum Universitas Andalas)

24. Su Delyarahmi (Dosen Fakultas Ilmu Hukum Universitas Andalas)

25. Prima Widya Putri (Dosen Fakultas Ilmu Hukum Universitas Andalas)

26. Muhammad Ichsan Kabullah (Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Andalas)

27. Beni Kurnia Illahi (Dosen Fakultas Ilmu Hukum Universitas Bengkulu)

28. Ari Wirya Dinata (Dosen Fakultas Ilmu Hukum Universitas Bengkulu)

29. Muhammad Ikhsan Alia (Dosen Fakultas Ilmu Hukum Universitas Andalas)30. Airlangga Pribadi Kusman (Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga)

31. Ucu Martanto (Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga)

32. Shidarta, Pengajar hukum Universitas Bina Nusantara, Jakarta

33. Aan Eko Widiarto (Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

34. Manneke Budiman (Universitas Indonesia)

35. Widati Wulandari (Pengajar Hukum Universitas Padjadjaran)

36. Darius Mauritsius (Pengajar dan Koordinator Pusat Legislative Drafting dan

Antikorupsi, Universitas Nusa Cendana)

37. David Efendi (Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)

38. Aura Akhman (Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti)

39. Mukhtar (Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sangatta Kutai Timur)

40. Susi Dwi Harijanti (Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Padjadjaran)

41. Herlina Agustin (Dosen Fakultas ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran)

42. Trisno Sakti Herwanto (Dosen Administrasi Publik Universitas Parahyangan)

43. RN Bayu Aji (Pengajar Fisipol Unesa)

44. Akhmad Ryan Pratama (Pengajar Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Jember)

45. Iman Pasu Marganda Hadiarto Purba (Dosen HTN Unesa)

46. Wiwik Afifah (Pengajar Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)

47. Wanodyo Sulistyani (Ketua Laboratorium Klinis Hukum FH UNPAD)

48. Asfinawati (Wakil Ketua Jentera Bidang Pengabdian Masyarakat dan Plt. Ketua

Bidang Studi Hukum Pidana Jentera)

49. Roganda Situmorang (Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti Kencana)

50. Amalia Zuhra (Dosen Hukum Internasional Universitas Trisakti)

51. Ari Wibowo (Dosen Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia)

 

Pegiat HAM, Lingkungan Hidup, dan Anti Korupsi

1. Henrek Lokra

2. Pdt. Jimmy M.I. Sormin

3. Fernando Simanjuntak

4. Ambrosius Mulait.

5. Pdt Gomar Gultom

6. Retha Andoea

7. Yayum Kumai

8. Judianto Simanjuntak

9. Abraham Samad (Pimpinan KPK 2011-2015)

10. Mochammad Jasin (Pimpinan KPK 2007-2011)

11. Saut Situmorang (Pimpinan KPK 2015-2019)

12. Bambang Widjojanto (Pimpinan KPK 2011-2015)

13. Siswadi

14. Delphi Masdiana Ujung

 

Narahubung:

Jaya (ICW) 0857-7062-4094

Okto (Jikalahari) 0853-7485-6435

Herdiansyah Hamzah (akademisi) 0852-4288-0100

Sumber foto : Daulat Co

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan – Pelibatan TNI dalam Proyek Rempang Eco City yang menggusur dan menyakiti Rakyat Melanggar Konstitusi, HAM, dan UU TNI

Dilansir melalui Website, Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menggelar rapat koordinasi bersama Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Pratama pada hari Senin (13 Januari 2025). Diketahui bahwa Rapat Koordinasi tersebut membahas mengenai sinergi dalam rangka percepatan Rempang Eco-City. Rapat Koordinasi tersebut juga dihadiri oleh ​​Asisten Perencanaan Komando Daerah Militer (Kodam) 1 Bukit Barisan, Kepala Zeni Kodam 1 Bukit Barisan, Komando Distrik Militer (Kodim) 0316 Batam, dan perwakilan PT Makmur Elok Graha (PT. MEG).

 

Koalisi memandang pelibatan TNI dalam proyek investasi bisnis seperti di Rempang Eco-City tidak tepat. Hal ini tidak hanya bertentangan dengan Jati Diri Tentara Profesionalisme yang mengamanatkan tentara tidak berbisnis dan menjunjung tinggi HAM sebagaimana Pasal 2 huruf d UU TNI, tetapi justru juga berpotensi besar terjadi pelanggaran HAM di masa datang.

 

Selain itu Keterlibatan TNI dalam Proyek Rempang Eco City tersebut juga bertentangan dengan Peran dan Fungsi TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan untuk penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU TNI.

 

Lebih lanjut keterlibatan itu juga melanggar Tugas Pokok TNI sebagaimana Pasal 7 UU TNI karena Keterlibatan TNI dalam Proyek Rempang Eco City tidak dapat dikategorikan sebagai Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang membutuhkan prasyarat kebijakan dan keputusan politik negara atau kebijakan politik pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

 

Selain itu keterlibatan TNI dalam proyek ini dengan dalih perbantuan, sebagaimana Pasal 7 ayat (2) UU TNI, sama sekali tidak berdasar. Sebab perbantuan semestinya dilakukan ketika persoalan yang dihadapi melampaui kapasitas (beyond capacity) otoritas sipil terkait. Sementara dalam konteks ini, tidak terlihat kondisi-kondisi yang berpotensi memicu ketidaksanggupan otoritas sipil dalam menanganinya, termasuk aspek ancaman. Sebab prinsip tugas perbantuan semestinya melalui pertimbangan kondisi kapasitas otoritas sipil.

 

Meskipun terdapat tugas Membantu tugas pemerintah daerah dalam OMSP, tetapi aspek ini berpotensi menjadi dalih yang dipaksakan, mengingat tidak jelasnya batasan keterlibatan TNI nantinya. Kondisi ini merupakan implikasi ketiadaan regulasi yang mengatur Tugas Perbantuan TNI yang semestinya menjadi obat penawar problematika perluasan peran militer di ranah sipil dalam konteks OMSP.

 

Perlu kami ingatkan bahwa TNI tidak dibentuk untuk terlibat dalam proyek bisnis dan investasi. TNI dibentuk, dididik, diorganisir, dibiayai dan dipersenjatai semata-mata untuk membunuh dan menghancurkan musuh dalam perang. Pelibatan TNI dalam proyek-proyek bisnis semacam ini hanya akan menempatkan TNI dalam posisi berhadap-hadapan dengan rakyat yang pada akhirnya menimbulkan kekerasan dan pelanggaran HAM.

 

Ditengah banyaknya permasalahan kekerasan yang dilakukan oleh Prajurit TNI dan Kritik dari berbagai kalangan dan masyarakat seperti dalam kasus Penembakan Pemilik Rental Mobil di Tangerang sampai dengan Penyerangan Warga di Deli Serdang, sudah sepatutnya TNI mengevaluasi diri dan menghindar dari potensi berulangnya kekerasan yang baru termasuk terlibat dalam proyek di Rempang Eco City.

 

Koalisi juga menduga adanya motif ekonomi dan politik dari segelintir orang atau yang kerap disebut sebagai Perwira Intervensionis untuk menarik-narik Institusi TNI terlibat dalam proyek Rempang Eco City, oleh karena itu kami menilai dugaan motif ekonomi dan politik yang membuka ruang keterlibatan TNI dalam Proyek Strategis Nasional termasuk dan tidak terbatas pada Proyek Rempang Eco City harus diselidiki lebih lanjut oleh Presiden RI, DPR RI dan Panglima TNI, karena dampak pelaksanaannya tidak hanya pada Profesionalisme TNI, tetapi TNI akan dihadapkan secara langsung dengan masyarakat yang mendiami wilayah dimana Proyek-Proyek tersebut dilaksanakan baik masyarakat lokal maupun adat.

 

Secara Umum Keterlibatan TNI dalam Pelaksanaan Proyek-Proyek Pemerintah lainya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, seperti dalam proyek Lumbung Pangan (Food Estate) di beberapa Wilayah, Pengamanan PT. Freeport Indonesia di Papua, Pengamanan PT. Dairi Prima Mineral di Sumatera Utara, Pengamanan PT. Inexco Jaya Makmur di Sumatera Barat (2018), Pengamanan PT. Duta Palma, Kalimantan Barat (2024). Termasuk keterlibatan dalam perampasan tanah adat Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) oleh PTPN II di Sumatera Utara (2020), Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener, Wadas (2021), PSN Smelter Nikel CNI Group, Sulawesi Tenggara (2022), hingga PSN Bendungan Lau Simeme, Sumatera Utara (2024). dalam praktiknya keterlibatan-keterlibatan TNI tersebut menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat lokal dan masyarakat adat dan tidak jarang menimbulkan kekerasan.

 

*Berdasarkan uraian diatas, koalisi mendesak:*

 

1. Presiden RI memerintah Panglima TNI untuk memastikan tidak ada keterlibatan Komando Daerah Militer (Kodam) 1 Bukit Barisan dan Satuan Pelaksana Dibawanya, terkhusus Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Pratama dan Komando Distrik Militer (Kodim) 0316 Batam dalam Proyek Rempang Eco City;

 

2. Komisi I DPR RI sebagai salah satu bagian dari Kontrol Sipil atas Militer harus mengevaluasi semua tindakan TNI yang bertentangan dengan Peran, Tugas dan Fungsinya, ter in khusus terkait dengan Keterlibatan TNI dalam Proyek-Proyek Strategis Nasional;

 

3. Panglima TNI memerintahkan Inspektorat Jenderal TNI Angkatan Darat untuk melakukan Audit, Review, Evaluasi, Pemantauan, dan Kegiatan Pengawasan Lainnya terkait dengan keterlibatan Komando Daerah Militer (Kodam) 1 Bukit Barisan dan Satuan Pelaksana Dibawanya, terkhusus Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Pratama dan Komando Distrik Militer (Kodim) 0316 Batam dalam Proyek Rempang Eco City yang bertentangan dengan Peran, Tugas dan Fungsi TNI;

 

4. Presiden dan DPR RI harus memastikan tidak ada Keterlibatan TNI dalam Proyek Pemerintah, serta memerintahkan Semua Kementerian Koordinator dan Kementerian dan/atau Lembaga Negara lainnya untuk tidak menarik dan/atau membuka ruang keterlibatan Institusi TNI dalam Pelaksanaan Proyek Pemerintah;

 

Jakarta, 15 Januari 2024

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan:
Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)

 

Narahubung:

 

Hussein Ahmad – IMPARSIAL
M. Isnur – YLBHI
Gina Sabrina – PBHI Nasional
Dimas Bagus Arya – KontraS
Ikhsan Yosarie – SETARA Institute
Teo Reffelsen – WALHI Nasional