Pembela Masyarakat Adat Nusantara hadirkan tokoh adat Ngkiong dalam persidangan Mikael Ane

Press Release

 

Ruteng (15/08/2023) – Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) menghadirkan dua tokoh masyarakat adat Ngkiong yaitu Tua Golo Thadeus Dosen dan Tua Teno Pius Paulus sebagai saksi meringankan dalam sidang perkara Nomor 34/Pid.B/LH/2023/PN. Rtg, atas nama Mikael Ane (Masyarakat adat gendang ngkiong) yang di dakwa Menduduki Kawasan Hutan di Pengadilan Negeri Ruteng, Kab. Manggarai

 

Kedudukan Tua Golo merupakan orang yang memiliki tugas untuk menyelesaikan masalah sosial yang terjadi di komunitas Masyarakat Adat. Sementara Tua Teno memiliki kewenangan atau otoritas untuk mendistribusikan tanah kepada warga masyarakat adat setempat berdasarkan hukum adat. Otoritas tersebut tidak dapat digantikan kepada pihak lain.

 

Pendamping Hukum menilai bahwa kehadiran saksi yang meringankan di pengadilan untuk memberikan keterangan guna menyampaikan fakta hukum, kebiasaan adat yang biasa dilakukan oleh Masyarakat Adat dalam menyelesaikan masalah.

 

“Saksi yang meringankan menyampaikan bahwa kami tidak pernah tinggal di wilayah orang lain, kami tinggal di wilayah adat yang telah kami dapat dari leluhur kami secara turun temurun. Maximilianus Herson Loy, sebagai salah satu Tim Penasihat Hukum menyampaikan bahwa keterangan saksi yang meringankan memberikan fakta-fakta hukum ke Majelis Hakim, bahwa terdakwa tinggal di tanah ulayat yang telah dimiliki, dikuasai dan dikelola secara turun temurun. Tanah yang menjadi objek sengketa adalah tanah ulayat, tambah Herson.

 

Sementara Muhamad Maulana, salah satu tim hukum yang juga hadir dalam persidangan ini menganggap pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum terkesan mendiskreditkan kepemilikan wilayah adat dengan melontarkan pernyataan bahwa masyarakat tidak punya sertipikat tanah. Mao menambahkan bahwa pertanyaan dan pernyataan Jaksa Penuntut Umum menunjukan ketidakpahaman Aparat Penegak Hukum tentang Masyarakat Adat, dimana Masyarakat Adat tidak harus memiliki surat-surat sebagai bukti kepemilikan atas tanah ulayatnya. Ketiadaan sertifikat tanah yang dimiliki oleh Masyarakat Adat tidak berarti hilangnya hak asal-usul atas wilayah adatnya. Hal ini sesuai dengan konstitusi dan UUPA yang menegaskan bahwa hukum adat merupakan sumber hukum agraria nasional. Dengan demikian pemilikan tanah ulayat adalah sah secara hukum berdasarkan UUPA.

 

Marselinus Suliman tim hukum lainnya juga menyampaikan, saksi yang meringankan hari ini memberikan keterangan mengenai kebiasaan Masyarakat Adat yang menjalankan ritual kepada leluhur, ucapan syukur, adanya makam leluhur, pohon yang hidupnya puluhan tahun.

 

Fakta yang terurai di persidangan menunjukan bahwa Masyarakat Adat tinggal di wilayah ulayatnya yang diwariskan secara turun temurun. Saksi-saksi tidak mengetahui bahwa tanah Ulayat mereka telah diambil alih secara sepihak oleh negara sebagai kawasan TWA.

 

Fakta persidangan hari ini menjelaskan bahwa selain rumah terdakwa, ada juga rumah main yang berada di lokasi sengketa.

 

Selain itu kami juga atas sikap dan tindakan Jaksa yang sampai saat ini tidak memberikan berkas perkara secara lengkap kepada kami, dan kami melaporkan tindakan dan sikap ketidakprofesionalan Jaksa Penuntut Umum kepada Komisi Kejaksaan, Tegas pria yang biasa disapa Marsel.

 

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi narahubung berikut ini:

 

Ermelina Singereta, S.H, M.H – 0812-1339-904
Herson, S.H. 081238317885