LOLOS DISMISSAL PROCESS, GUGATAN MASYARAKAT ADAT TERKAIT PMH PEMERINTAH DI PTUN MASUK POKOK PERKARA

SIARAN PERS

 

Jakarta, 30/11/2023 – Setelah menjalani 4 (empat) kali sidang persiapan (dismissal process) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, akhirnya gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh Pemerintah terhadap abai dan tidak dilanjutkannya pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat disetujui oleh Majelis Hakim TUN untuk masuk ke pemeriksaan pokok perkara. Pembacaan gugatan dengan nomor pokok perkara 542/G/TF/2023 dilangsungkan pada tanggal 7 Desember 2023.

 

“Kami sangat menyambut baik selesainya sidang dismissal terkait gugatan oleh Masyarakat Adat. Selanjutnya, kami berharap Pemerintah, dalam hal ini DPR dan Presiden RI mulai berpikir untuk menyiapkan jawaban atas gugatan kami,” ungkap Fatiatulo Lazira, kuasa hukum Masyarakat Adat dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN).

 

Beberapa hal poin krusial terkait gugatan tersebut menyasar antara lain lemahnya pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Adat akibat belum adanya payung hukum nasional berupa Undang-Undang khusus mengatur Masyarakat Adat. Lainnya adalah lambannya proses pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat lebih dari 15 tahun berpotensi tidak hanya pemborosan keuangan negara tetapi membuka peluang terjadinya kriminalisasi di level akar rumput.

 

“Kita harus memahami konteks perlindungan dan pengakuan merupakan kewajiban negara terhadap warganya. Kewajiban tersebut tidak dijalankan, maka kami menuntut hak tersebut. Sudah cukup peristiwa perampasan wilayah adat dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat,” sambungnya.

 

Kuasa Hukum Masyarakat Adat saat dalam ruang persidangan
Kuasa Hukum Masyarakat Adat saat dalam ruang persidangan

 

Ketua Badan Pelaksana Sekretariat Nasional PPMAN, Syamsul Alam Agus menambahkan terkait berlanjutnya pemeriksaan pokok perkara memberi sinyal peringatan terhadap Pemerintah agar lebih serius meletakkan kepentingan warga negara di atas kepentingan kelompok tertentu. Masifnya giat eksploitasi sumber daya alam memberi pengaruh bagi meluasnya konflik atas ruang hidup.

 

“Melalui jawaban para Tergugat nantinya, kita dapat menilai sejauh mana keseriusan mereka melakukan perlindungan dan pengakuan. Jangan cuma senang eksploitasi SDA tanpa memikirkan dampak nyata aktivitas tersebut bagi pemenuhan hak konstitusi masyarakat,” imbuhnya.

 

Agenda sidang mulai dari pembacaan gugatan, jawaban, replik dan duplik akan dilaksanakan berbasis e-court (sistem online). Sedangkan khusus untuk agenda pembuktian baik surat, saksi, dan keterangan ahli dilakukan lewat tatap muka (sistem offline).

 

Untuk informasi lanjutan dapat menghubungi:

 

Syamsul Alam Agus – Ketua PPMAN        : 0811-8889-083

Fatiatulo Lazira – Advokat PPMAN            : 0812-1387-776

PPMAN: KETIDAKHADIRAN DPR DAN PRESIDEN DI PERSIDANGAN, PRESEDEN BURUK KETIDAKPATUHAN TERHADAP PROSES HUKUM

Press Release

 

Jakarta, (02/11/2023) – Sidang gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad), dengan agenda pemeriksaan persiapan yang dilangsungkan di PTUN Jakarta, tidak dihadiri oleh DPR dan Presiden sebagai pihak tergugat.

 

Syamsul Alam Agus, S.H., Ketua Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) sekaligus sebagai kuasa hukum Para Penggugat menilai ketidakhadiran DPR dan Presiden di persidangan mengkonfirmasi ketidakberpihakan kedua lembaga negara itu terhadap Masyarakat Adat di Indonesia.

 

“Kami menyesalkan sikap DPR dan Presiden yang tidak menghargai proses hukum. Ketidakhadiran mereka di persidangan adalah contoh buruk ketidakpatuhan negara yang tidak patut dicontoh”, ujarnya.

 

Menurut Alam, sikap abai DPR dan Presiden sudah ditunjukkan sejak RUU Masyarakat Hukum Adat masuk dalam prolegnas pada tahun 2004 sampai dengan sekarang.

 

“DPR dan Presiden bersikap abai dan melakukan tindakan penundaan berlarut pada proses pembentukan UU Masyakarat Hukum Adat, yang merupakan kewajiban konstitusional kedua lembaga itu. Akibatnya, praktik perampasan wilayah adat, penggusuran masyarakat adat dari wilayah adat, diskriminasi dan kriminalisasi serta hilangnya identitas yang melekat pada Masyarakat Adat yang mempertahankan wilayah adatnya, terus berlanjut” jelas Alam.

 

Kuasa Hukum Masyarakat Adat saat menyerahkan berkas perkara
Kuasa Hukum Masyarakat Adat saat menyerahkan berkas perkara

 

Ia pun berharap, pengadilan dapat menjadi ruang bagi Para Penggugat untuk menuntut keadilan atas wilayah adatnya.

 

Adapun pihak penggugat adalah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), beserta 9 (sembilan) orang Perwakilan Masyarakat Adat. Mereka berasal dari Komunitas Masyarakat Adat Kasepuhan Cisungsang Jawa Barat, Komunitas Masyarakat Adat Osing Banyuwangi, Komunitas Masyarakat Adat Gendang Ngkiong Manggarai dan Komunitas Masyarakat Adat Tobelo Dalam Halmahera.

 

Permohonan Para Penggugat disebabkan karena DPR dan Presiden tidak menindaklanjuti proses pembentukan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat sehingga berimbas negatif terhadap pemenuhan hak-hak konstitusional para penggugat.

 

6 orang Masyarakat Adat Tobelo Dalam dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan 20 tahun penjara. Pada tingkat banding, mereka malah dijatuhi pidana hukuman mati dan penjara seumur hidup. Mikael Ane sendiri dipidana dengan hukuman penjara 1,5 tahun.

 

6 orang Masyarakat Adat Tobelo Dalam dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan 20 tahun penjara. Pada tingkat banding, mereka malah dijatuhi pidana hukuman mati dan penjara seumur hidup. Mikael Ane sendiri dipidana dengan hukuman penjara 1,5 tahun.