Laporan Keluarga Korban Penembakan Desa Bangkal di Tolak Bareskrim Polri: Negara Gagal Memenuhi Perlindungan HAM, Mewujudkan Keadilan dan Kepastian Hukum

Jakarta – Keluarga korban kasus penembakan Desa Bangkal melaporkan peristiwa yang terjadi pada tanggal 07 Oktober 2023 ke Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri bersama Tim Advokasi Solidaritas Untuk Masyarakat Adat Bangkal. (09/11/2023)

 

Sejak semula pihak Kepolisian telah memberikan kesan tidak mau menerima laporan dari pihak keluarga korban dengan alasan yang dibuat-buat seperti tidak cukup bukti. Setelah terjadi perdebatan yang cukup alot antara Tim Advokasi dan penyidik terkait kewenangan penerimaan laporan polisi. Pihak penyidik pun seolah-olah melakukan koordinasi dengan pihak pimpinan untuk mendapatkan keputusan.

 

Akhirnya sekitar pada pukul 16.00 WIB, pihak keluarga korban bersama tim Advokasi diajak menemui penyidik Bareskrim Piket Konsultasi Pelaporan  dilantai 4. Pertemuan tersebut, pihak keluarga korban bersama tim advokasi menyampaikan maksud kedatangan mereka yang jauh-jauh dari Kalimantan Tengah.

 

Pertama, maksud kedatangan adalah untuk membuat laporan polisi terkait meninggalnya Gijik pada tanggal 07 Oktober 2023 dan Taufik mendapatkan luka serius yang diduga kuat dari peluru tajam yang ditembakan oleh Aparat Kepolisian saat melakukan pengamanan aksi. Kedua, mengapa mengajukan laporan ke Mabes Polri karena sebelumnya pada tanggal 30 Oktober 2023, pihak keluarga korban telah melaporkan peristiwa tersebut ke pihak Polda Kalteng namun tidak mendapatkan respon. Ketiga, alih-alih proses penegakan hukum berjalan untuk mengusut peristiwa penembakan yang menyebabkan kematian, pihak Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah malah memanggil para warga Desa Bangkal dan sekitarnya dengan total 35 orang untuk memberikan kesaksian soal peristiwa di tanggal 07 Oktober 2023 dengan Pasal melawan aparat yang sedang bertugas dan membawa senjata tajam tanpa ijin.

 

Setelah terjadi diskusi dan tanya jawab, pada akhirnya  penyidik Bareskrim Piket Konsultasi Pelaporan menyatakan menolak laporan dari keluarga korban dengan alasan bahwa proses penyidikan telah berjalan di Polda Kalteng. Keluarga korban diminta percaya kepada penyidik dan menunggu pengumuman resmi dari pihak Polda Kalimantan Tengah. Proses penolakan dari Mabes Polri yang diwakili oleh penyidik Bareskrim Piket Konsultasi Pelaporan atas adanya laporan dari pihak keluarga korban sangatlah mencederai rasa keadilan bagi pihak keluarga. Atas penolakan dari Mabes Polri ini kami memberikan kesimpulan sebagai berikut:

 

  1. Pihak Mabes Polri meminta keluarga korban untuk percaya kepada pihak kepolisian khususnya proses hukum yang sedang dijalankan oleh Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah yang mana telah 1 bulan lebih berlalu pihaknya belum menetapkan satupun tersangka dari peristiwa pembunuhan tanggal 07 Oktober 2023 di Desa Bangkal.

 

  1. Pihak Mabes Polri meminta keluarga korban untuk percaya kepada proses penegakan hukum yang dijalankan Polda Kalimantan Tengah dimana sangat berpotensi adanya konflik kepentingan karena dugaan kuat pelaku penembakan adalah satuan mereka.

.

  1. Pihak Mabes Polri meminta keluarga korban untuk percaya kepada proses penegakan hukum di Polda Kalteng walaupun pada faktanya yang di proses adalah warga sebanyak 35 orang. Kuat dugaan penanganan kasus diarahkan kepada skenario : Warga Bangkal Melawan Aparat Saat Bertugas dan Membawa Senjata Tajam- Pihak Kepolisian Melakukan Tembakan Karena Massa Tidak Bisa Di Tenangkan – Pelaku Penembakan Di Proses Hukum – Pelaku Penembakan Bebas Dari Jeratan Hukum Karena Sedang Menjalankan Tugas sebagaimana diatur dalam  Pasal 48, 49, 50 dan 51 KUHP.

 

  1. Pihak Mabes Polri telah menghalang-halangi pihak keluarga korban maupun saksi untuk mendapatkan perlindungan dari lembaga negara seperti lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) yang mensyaratkan adanya laporan polisi untuk dapat memberikan perlindungan.

 

Polri telah diberikan amanat sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, termasuk ketika warga negara memberikan informasi mengenai adanya peristiwa tindak pidana yang terjadi dengan dan dibuatkannya laporan polisi. Selain itu, dalam tataran teknis, setiap anggota Polri dilarang menolak laporan atau pengaduan dari masyarakat tanpa alasan yang sebagaimana ditegaskan dalam 13 Ayat (2) huruf a Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Atas penolakan tersebut mengakibatkan ketidakpercayaan keluarga korban terhadap proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian sehingga patut diduga terjadi rekayasa hasil atas peristiwa terbunuhnya (Alm) Gijik serta kekerasan dengan menggunakan senjata. Penolakan tersebut merupakan potret pengingkaran Kepolisian Republik Indonesia terhadap komitmen transparansi serta integritas.

 

Kami dari Tim Advokasi Solidaritas Untuk Masyarakat Adat Bangkal mengajak semua elemen masyarakat untuk menyatakan ketidakpercayaan kepada institusi kepolisian khususnya Polda Kalimantan Tengah karena dugaan kuat penembak yang menyebabkan gugurnya Gijik dan terlukanya Taufik merupakan kesatuan dari mereka.

 

Kami juga mengajak Masyarakat Desa Bangkal dan sekitarnya yang terlibat dalam peristiwa ini untuk meningkatkan persatuan kesatuan dalam menghadapi segala kemungkinan yang terjadi kedepan.

 

Tim Advokasi Solidaritas Untuk Masyarakat Adat Bangkal

 

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK Indonesia), PW AMAN Kalteng, WALHI Kalteng, PROGRESS, YBBI,  SOB, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Greenpeace Indonesia, Sawit Watch, LBH Palangkaraya, dan LBH Genta Keadilan

 

***

PERNYATAAN SIKAP ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA (AMAN) DAN PERHIMPUNAN PEMBELA MASYARAKAT ADAT NUSANTARA (PPMAN) ATAS TINDAKAN BRUTAL POLISI MENEMBAKI KOMUNITAS MASYARAKAT ADAT BANGKAL KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Bogor, 7 Oktober 2023

 

Hari ini kembali kita menyaksikan brutalitas aparat kepolisian dalam melakukan penanganan konflik ketika Komunitas Masyarakat Adat berhadapan dengan perusahaan. 1 (satu) nyawa melayang dan 2 (dua) lainnya terluka akibat peluru senjata pihak kepolisian. Puluhan orang lainnya turut ditangkap. Untuk menjawab tuntutan Masyarakat Adat atas lahan plasma yang puluhan tahun tak juga diberikan oleh PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) I, sebuah entitas bisnis milik Best Group, Polisi tak segan menembaki Masyarakat Adat yang seharusnya mereka lindungi.

 

Pihak Kepolisian telah mengetahui bahwa konflik antara Masyarakat Adat dan perusahaan adalah akumulasi sikap perusahaan yang tidak tunduk pada sebuah proses perjanjian. Pihak Kepolisian juga mengetahui bahwa Masyarakat Adat Bangkal di Seruyan mayoritas merupakan Masyarakat Adat Dayak Temuan dan Kuhin. Akan tetapi, sepertinya pihak kepolisian lebih berpihak ke perusahaan, bukan menjadi pihak netral dalam melakukan pengamanan. Pihak Kepolisian diduga melanggar hak asasi manusia serta peraturan kepolisian terutama yang terkait prosedur penembakan, penanganan konflik sosial dan pedoman penanganan unjuk rasa.

 

Menyikapi brutalitas aparat kepolisian terhadap masyarakat sehingga menyebabkan 1 orang anggota Komunitas Masyarakat Adat meninggal dunia dan 2 lainnya terluka , Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) menyatakan beberapa hal sebagai berikut:

 

  1. Mengecam keras tindakan brutal (excessive power) aparat Kepolisian dalam melakukan penanganan konflik sosial dan unjuk rasa yang dilakukan oleh Masyarakat Adat Bangkal, Seruyan, Kalimantan Tengah dengan melakukan penembakan dan penangkapan;
  2. Mengecam tindakan aparat Kepolisian melakukan pemblokiran akses keluar masuk kampung dan Desa Bangkal. Tindakan yang kami nilai telah melanggar konstitusi dan hak asasi manusia terutama hak dasar Masyarakat Adat atas akses ekonomi, sosial, politik dan budaya.
  3. Mendesak pihak Kepolisian membebaskan sejumlah Masyarakat Adat yang ditangkap ketika berunjuk rasa memprotes perusahaan;
  4. Mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk memberikan dan memenuhi hak-hak hukum Masyarakat Adat di Desa Bangkal, baik yang tertembak dan juga yang ditahan;
  5. Mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia agar memerintahkan penarikan pasukan pengamanan perusahaan dan mengedepankan upaya dialog bersama semua pemangku kepentingan di Desa Bangkalan, Seruyan;
  6. Mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia agar melakukan penyidikan terhadap pelaku penembakan di Desa Bangkal serta menonaktifkan Kapolres Seruyan dan Kapolda Kalteng sebagai pertanggung jawaban komando wilayah (command responsibility) sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak asasi manusia;
  7. Mendorong Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM) membentuk Tim Pencari Fakta Independen agar melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Komunitas Adat Bangkal Seruyan sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai bahan proses yudisial sebagai bentuk upaya selanjutnya;
  8. Mendesak agar dilakukan uji balistik oleh pihak independen agar peristiwa penembakan terhadap Komunitas Masyarakat Adat Bangkal dapat dijelaskan secara objektif
  9. Demikian pernyataan sikap ini disampaikan, agar menjadi masukan dan perhatian bagi Kepolisian Republik Indonesia dalam melakukan penanganan konflik di Komunitas Adat Bangkal, Seruyan, Kalimantan Tengah.

 

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:

 

Erasmus Cahyadi, S.H – Deputi II Sekjen AMAN bidang Politik dan Hukum (0812-8428-0644)
Syamsul Alam Agus, S.H – Ketua Badan Pelaksana PPMAN (0811-8889-083)