Atas Nama Proyek Strategis Nasional, 9 Orang Masyarakat Adat Poco Leok Menjadi Korban Kekerasan

Poco Leok, Manggarai, NTT, 26 Juni 2023

 

Perluasan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Satar Mese, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, memakan korban dari komunitas Masyarakat Adat. Sebelumnya, Masyarakat Adat Poco Leok yang berasal dari 10 gendang (komunitas wilayah adat) di lembah Gunung Poco Leok secara tegas menyatakan sikap menolak pengembangan PLTP Ulumbu di wilayah adat mereka. Beberapa kali upaya paksa pemasangan patok (pilar) dari PLN mengalami kegagalan. Namun, pada Rabu (21/6) lalu, dengan didukung ratusan personil aparat keamanan dari TNI dan Polres Manggarai, upaya pemasangan patok berhasil dilakukan. Tapi, upaya ini juga menghasilkan korban di sisi Masyarakat Adat.

 

“9 orang Masyarakat Adat Pocoleok mengalami kekerasan, dengan 5 orang luka fisik hingga di rawat sementara di Puskesmas Ponggeok Dan RSUD, lalu ada 4 orang perempuan adat mengalami pelecehan seksual. Itu belum termasuk puluhan orang yang pingsan saat peristiwa bentrok kemarin. Saya sendiri yang menolong dan membawa ke Puskesmas,” ungkap seorang Pemuda Adat Poco Leok yang tidak ingin namanya disebutkan, mengingat keamanan situasi di lokasi.

 

Tindakan kekerasan aparat pengamanan di lapangan dipandang sebuah kewajaran dengan mengatasnamakan proyek strategis nasional. Seolah-olah, Negara dalam hal ini PLN menutup mata atas sikap penolakan dan hanya melihat dukungan. Di pihak lainnya, kewajiban Negara atas pemenuhan pengakuan atas keberadaan Masyarakat Adat belum terlaksana dengan baik.

 

“Peristiwa kekerasan di Poco Leok dapat dipandang sebagai bentuk pembiaran, lebih tepatnya, sikap tutup mata Pemerintah Jokowi atas keberadaan Masyarakat Adat di Poco Leok. Semua hal yang menyangkut Masyarakat Adat selalu dari pendekatan formil, bukan fakta eksistensi,” jelas Ermelina Singereta, S.H, M.H, Kepala Divisi Advokasi Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN).

 

Menyikapi peristiwa kekerasan yang dialami oleh Masyarakat Adat Poco Leok, PPMAN akan melakukan upaya hukum yang diperlukan agar kepentingan masyarakat diperhatikan secara serius oleh Pemerintah dan atau pihak perusahaan. Kemudian, upaya hukum juga ditujukan agar aparat penegak hukum tidak sekedar menjadi aparat pengamanan perusahaan.

 

“Dugaan kami, Polres Manggarai memahami latar belakang penolakan Masyarakat Adat Poco Leok karena ini (sikap penolakan) telah ada sejak tahun 2019 lalu. Terlepas pro dan kontra di masyarakat, Polisi adalah milik setiap orang, bukan hanya perusahaan. Upaya hukum atas peristiwa ini sedang kami analisis secara serius,” ungkap Ermelina.

Perlu diketahui, PPMAN merupakan organisasi sayap dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). PPMAN memiliki mandat kerja melakukan pendampingan hukum dan pemajuan hak masyarakat adat di seluruh Nusantara.

 

Untuk informasi lebih lanjut terkait Masyarakat Adat Poco Leok dapat menghubungi:

Ermelina Singereta, S.H, M.H : 0812-1339-904

 

***

Pelatihan Paralegal, Sebuah Jalan Penguatan Kapasitas bagi Pembela Masyarakat Adat di Kutei Cawang ‘An Kab. Rejang Lebong Prov. Bengkulu Region Sumatera

Rejang Lebong, Bengkulu, 11 Maret 2022, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), bekerjasama dengan Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA), Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melaksanakan pelatihan paralegal bagi Komunitas Masyarakat Adat bertempat di komunitas Masyarakat Adat Cawang ‘An, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.

 

Pelatihan ini dihadiri oleh tiga puluh satu anak muda yang terdiri dari laki-laki dan perempuan sebagai utusan dari Komunitas Masyarakat Adat di wilayah Bengkulu.

 

Pembukaan Pelatihan Paralegal pada Sabtu (11/03/2023) dihadiri oleh Tokoh Masyarakat Adat dari Komunitas Cawang ‘An, Kepala Desa Cawang Lama, Ketua Pelaksana Harian Daerah (PHD) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rejang Lebong, Ketua PW AMAN Bengkulu, Koordinator PPMAN Region Sumatera beserta anggotanya, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII, Direktorat KMA, PB AMAN dan Seknas PPMAN.

 

Sjamsul Hadi, Direktur KMA mengatakan bahwa pelatihan paralaegal ini merupakan implementasi dari adanya kerjasama antara Direktorat KMA dan PPMAN yang telah dilaksanakan pada tahun 2022. Sjamsul menambahkan bahwa memang sangat diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah dan NGO khususnya dalam ini PPMAN yang melakukan penanganan kasus dan advokasi Masyarakat Adat. Sjamsul begitu akrab disapa menambahkan bahwa tugas dan kewajiban Pemerintah untuk melakukan advokasi walaupun terkadang pemerintah baik itu pusat maupun daerah melakukan pelanggaran hukum terhadap Masyarakat Adat, selain pemerintah, perusahaan juga melakukan pelanggaran hukum yang akhirnya banyak masyarakat adat yang hak-haknya dilanggar sementara PPMAN melakukan pendampingan dan pembelaan terhadap Masyarakat Adat yang memiliki masalah hukum karena memperjuangkan hak-haknya.

 

Sementara Ketua Badan Pelaksana PPMAN, Syamsul Alam Agus menyampaikan bahwa kerjasama dengan KMA akan terus berlanjut di beberapa daerah lainnya. Laki-laki yang biasa disapa Alam ini, menambahkan harapannya pelatihan paralegal dilakukan agar masyarakat adat memiliki kemampuan untuk memahami hukum, memahami dan melihat kondisi masalah yang ada di komunitas Masyarakat Adat dan juga memiliki kemampuan untuk mendampingi masyarakat adat yang memiliki masalah hukum karena memperjuangkan hak-haknya.

 

Pelatihan paralegal ini juga dihadiri Ketua PHW AMAN Bengkulu, Deff Tri Hardianto, dan memberikan sambutan, dalam sambutannya Ketua PHW AMAN Bengkulu ini mengatakan pelatihan paralegal ini sangat penting mengingat begitu banyak masalah hukum yang terjadi di komunitas masyarakat adat di wilayah Bengkulu. Laki-laki yang biasa di panggil Deff Tri ini mengatakan hampir semua Masyarakat Adat memiliki masalah hukum mulai dari masalah penguasaan tanah ulayat dan juga ada masalah masyarakat adat yang mendapatkan tindakan kriminalisasi dari aparat karena memperjuangkan hak-haknya. Deff Tri berharap dengan adanya anggota komunitas Masyarakat Adat yang mengikuti pelatihan paralegal ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh untuk kepentingan pendampingan maupun pembelaan terhadap Masyarakat Adat, mengingat sangat susah mencari advokat yang secara ikhlas dan sukarela mau membantu masyarakat adat. Walaupun saat ini sudah ada beberapa advokat anggota PPMAN yang siap membantu Masyarakat Adat, namun keberadaan advokat tersebut masih kurang, karena semakin banyak masalah hukum yang terjadi dan dialami oleh masyarakat adat.

 

Sementara Koordinator PPMAN Region Sumatera, Suryadi dalam sambutannya menyampaikan Lokalatih Paralegal ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas Masyarakat Adat untuk melakukan pembelaan terhadap dirinya dan komunitas adatnya. Surya menambahkan peserta lokalatih paralegal diberikan pengetahuan Hukum Dasar, HAM, Gender, dan Keorganisasian agar kelak mampu menjembatani kerja kerja advokat. Koordinator PPMAN ini menambahkan, Ada banyak kader Paralegal yg telah berpraktek dan berhasil membela komunitas Masyarakat Adat di region Sumatra. PPMAN juga telah beberapa kali melaksanakan pelatihan paralegal di komunitas Kuntu kampar, Talang Mamak dan Inhu nah. Surya berharap agar kegiatan ini berjalan lancar dan menghasilkan Paralegal yang berkualitas, memiliki pengetahuan yang baik dalam melakukan kerja advokasi ke depannya.

***