Pendampingan terhadap kasus yang dihadapi Mikael Ane, salah satu Anggota Masyarakat Adat Ngkiong, di Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, terus dilakukan. Kali ini, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) melakukan konsultasi secara langsung dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada 14 Mei 2024.
Saat pertemuan, dari pihak LPSK yang hadir yaitu Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Dr. Achmadi, S.H., M.A.P. Sebagai Wakil Ketua LPSK. Kemudian Syahrial Martanto Wiryawan selaku Tenaga Ahli Senior LPSK serta Muhammad Busyrol Fuad selaku Tenaga Ahli LPSK.
Pertemuan tersebut membahas pemulihan hak Mikael Ane, yang sebelumnya dikriminalisasi menggunakan UU Kehutanan, yang telah diubah dalam UU Cipta Kerja. Sebelumnya, Mikael Ane menempati wilayah adat, yang belakangan diklaim sebagai Kawasan Taman Wisata Rakyat Ruteng oleh pemerintah.
Melalui Putusan Pengadilan Negeri Ruteng Nomor: 34/Pid.B/LH/2023/PN Rtg tertanggal 5 September 2023, Mikael Ane dipidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda sejumlah Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Upaya banding pun dilakukan, namun Pengadilan Tinggi Kupang melalui putusan Nomor 139/Pid/2023/PT KPG tertanggal 22 November 2023 menyatakan menguatkan putusan sebelumnya. Mikael Ane melalui PPMAN selaku kuasa hukumnya, kembali mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Melalui putusan Nomor: 2639 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 06 Mei 2024, Mahkamah Agung menyatakan bahwa perbuatan Mikael Ane bukan tindak pidana. Untuk itu, Mikael Ane dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging).
Mahkamah Agung kemudian menyatakan untuk memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. Sayangnya, kebebasan Mikael Ane baru bisa diwujudkan pada 08 Mei 2024 setelah ditahan selama 406 hari atau sekitar 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan, 11 (sebelas) hari. Kerugian dan pelanggaran ini pun kemudian dilanjutkan dengan konsultasi dan diakhiri dengan memasukkan aduan ke LPSK dengan harapan, agar Mikael Ane sebagai korban kriminalisasi mendapatkan rehabilitasi, ganti kerugian, restitusi maupun hak untuk mendapatkan kompensasi dari negara.
Tim Hukum Mikael Ane, Ermelina Singereta mengatakan, Mikael Ane, selain mengalami kerugian materil atas kriminalisasi yang dialami, keluarganya juga sampai hari ini mengalami trauma. Selain itu, ditahannya Mikael Ane sebagai tulang punggung keluarga, mengakibatkan ekonomi keluarganya menjadi tidak terpenuhi. Tindakan kriminalisasi itu pun berdampak pada Masyarakat Adat Ngkiong secara keseluruhan.
“Kasus yang dialami Mikael Ane menyebabkan ekonomi keluarganya tidak terpenuhi. Lebih jauh, Masyarakat Adat Ngkiong tidak bisa lagi mengakses wilayah adatnya dengan leluasa, karena takut nasibnya juga berujung ke penjara,” ucap Ermelina.
Terkait konsultasi tersebut, Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Dr. Achmadi, S.H., M.A.P. selaku Wakil Ketua LPSK menanggapi dengan baik. Ia menyampaikan bahwa menerima itu serta akan berusaha mencarikan solusi terbaik bagi korban.
“LPSK akan menerima karena bagi kami kasus ini tergolong baru, untuk itu akan dijalankan sesuai prosedurnya serta mencari jalan keluar yang terbaik,” tegas Achmadi.
Ermelina Singereta juga menegaskan bahwa LPSK diharapkan dapat membuat terobosan baru untuk memberikan solusi terkait berbagai persoalan hukum yang dialami oleh Masyarakat Adat, seperti Mikael Ane. Mengingat, pemulihan terhadap hak tidak bisa ditunda-tunda lagi.
“Pemulihan hak Mikael Ane tidak bisa ditunda lagi, sehingga harus segera diwujudkan,” tegasnya.
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Tim Penasehat Hukum PPMAN:
—
Ermelina Singereta, S.H, M.H – 0812.1339.904
Marselinus Suliman, S.H – 0823.3630.0460
Maximilianus Herson Loi, S.H – 0812.3831.7885