PPMAN : Dialog Menyeluruh Solusi untuk Permasalahan Pro-Kontra Proyek Strategis Nasional di Rendu

 

Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) mendesak pemerintah pusat agar segera memulai tahapan dialog yang bermartabat  guna merumuskan masalah dan solusi atau penyelesaian permasalahan pada rencana pembangunan waduk mbay di kawasan masyarakat adat rendu secara menyeluruh dan bermartabat.

 

Desakan tersebut disampaikan Ketua Badan Pelaksana PPMAN, Syamsul Alam Agus, S.H., dalam keterangan pers di Nagekeo, pada Senin (25/4). terkait terjadinya polarisasi di masyarakat sehubungan dengan rencana pembangunan proyek strategis nasional (PSN) di kawasan masyarakat adat rendu. Bahkan dalam perkembangannya sebanyak 24 orang masyarakat adat ditangkap dan diperlakukan tidak manusiawi pada tanggal 4 April 2022 oleh anggota kepolisian resort Nagekeo.

 

Sejalan dengan itu PPMAN mengajak berbagai pihak agar menghentikan tindakan dalam bentuk apapun yang dapat berpotensi meningkatkan siklus kekerasan. “Kami mengajak para tokoh untuk bekerjasama membangun komunikasi yang dimulai dari bawah guna meredakan ketegangan, kekhawatiran dan sikap permusuhan agar relasi sosial diantara masyarakat sipil dapat dibangun kembali,” ajak Syamsul Alam.

 

Tak hanya itu, PPMAN juga meminta agar penegakan hukum yang dilakukan berlaku adil dan transparan terhadap semua pihak. Aparat penegakan hukum mengedepankan prinsip-prinsip HAM secara benar dan imparsial.

 

PPMAN berharap untuk penyelesaian polemik pro-kontra pembangunan waduk lambo, baik pemerintah maupun pihak kepolisian yang mengambil inisiatif dialog dapat menunjukan sikap netral, menghindari praktik diskriminasi dan stigmatisasi terhadap salah satu pihak.

 

Sebagaimana diketahui, pada tanggal 25 April 2022, Polres Nagekeo melaksanakan sebuah kegiatan dialog interaktif di Aula Polres Nagekeo. Dialog interaktif tersebut dipimpin oleh Kapolres Nagekeo, AKBP Yudha Pranata, S.I.K yang dimaksudkan untuk merespon surat permohonan PPMAN untuk berdialog dua arah terkait dengan proses hukum terhadap 24 orang masyarakat adat rendu yang ditangkap oleh aparat kepolisian pada tanggal 4 April 2022.

 

Selain itu, pengajuan dialog kepada kapolres Nagekeo, dimaksudkan oleh PPMAN untuk menyampaikan bahwa Masyarakat Adat rendu, Perempuan Adat Rendu dan 24 orang masayarakat adat yang ditangkap yang semuanya merupakan anggota Forum Perjuangan Penolakan Waduk Lambo(FPPWL), telah memberikan kuasa kepada sejumlah advokat PPMAN untuk mendampingi kepentingan hukum mereka.

 

Maksud dan tujuan dialog yang diajukan oleh PPMAN tersebut kemudian berubah menjadi penekanan yang dilakukan oleh sejumlah pihak yang hadir atas undangan Kapolres. Para pihak tersebut dinilai tidak memiliki kepentingan atas tujuan dialog yang diajukan oleh PPMAN. Situasi forum di aula Polres Nagekeo kemudian menjadi tidak kondusif, sejumlah pihak melontarkan kata-kata yang tidak sepantasnya dan merendahkan wibawa profesionalisme penegakan hukum.

 

Ketua Badan Pelaksana Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Syamsul Alam Agus, S.H., menduga Kapolres Yudha telah mendapatkan informasi dan perkiraan intelijen yang keliru. sehingga, menyarankan agar Kapolres mengundang pihak-pihak yang mengidentifikasikan dirinya sebagai kelompok masyarakat yang pro pada pembangunan waduk lambo untuk hadir dalam dialog tersebut. tanpa melalui satu proses concern kepada pihak PPMAN format dialog dirubah secara sepihak dengan melibatkan orang-orang yang tidak berkepentingan pada maksud dan tujuan surat permohonan yang diajukan.

 

Lanjut Alam, informed consent menjadi kewajiban para pihak dalam dialog yang direncanakan karena merupakan prinsip atas persetujuan bebas yang diberikan oleh salah satu pihak terhadap suatu tindakan, setelah ia memperoleh semua informasi yang penting mengenai sifat serta konsekuensi tindakan tersebut.

 

Informed consent dibuat berdasarkan prinsip etika Outonomi (otonomi), Beneficence (Berbuat Baik), Justice (Keadilan), Non-maleficence (tidak merugikan), Veracity (Kejujuran), Fidelity (Menepati janji), Confidentiality (Kerahasiaan), dan Accountability (Akuntabilitas) yang berakar pada martabat manusia di mana otonomi dan integritas pribadi para pihak dilindungi dan dihormati.

 

Ketua Badan Pelaksana PPMAN kembali menegaskan bahwa Polri tidak saja dituntut profesional, tetapi juga akuntabel kepada pemangku kepentingan, antara lain dengan menggunakan kewenangannya secara bijak dan santun pada masyarakat yang dilayaninya serta mengedepankan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

 

“Itulah pentingnya berpedoman pada prinsip penegakan hak asasi manusia,” tegas Alam. Menurut Alam, aturan pelaksana di dalam mendorong penerapan nilai-nilai hak asasi manusia untuk memperkuat profesionalisme dan akuntabilitas aparat kepolisian telah diatur melalui Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip-Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, dimana diwajibkan bagi setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas atau dalam kehidupan sehari-hari untuk menerapkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia.

 

“Sekurang-kurangnya ada lima pedoman terkait prinsip penegakan hak asasi manusia;

 

(1) Menghormati martabat dan hak asasi manusia setiap orang; (2) Bertindak secara adil dan tidak diskriminatif; (3) Berperilaku sopan; (4) Menghormati norma agama, etika, dan susila; (5) Menghargai budaya lokal sepanjang tidak bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia,” jelas Alam.

 

Sementara, Koordinator PPMAN Region Bali – Nusra, Anton Johanis Bala, S.H. yang juga hadir di Mapolres Nagekeo mengatakan kita harus mengedepankan dialog damai sebagai strategi utama penyelesaian siklus kekerasan sekaligus pembuka jalan untuk isu-isu lain, seperti ketidakadilan, diskriminasi, hak ulayat dan sebagainya.

 

“Terkait dengan polemik pembangunan Proyek Strategis Nasional Waduk Lambo, PPMAN mengingatkan kepada pemerintah untuk mengedepankan prinsip free, prior, and informed consent (FPIC) dalam proses pengambilan keputusan. Persetujuan bebas, didahulukan dan diinformasikan bertujuan untuk membangun partisipasi dan konsultasi bottom-up dari penduduk asli sebelum dimulainya pembangunan di tanah leluhur atau menggunakan sumber daya di wilayah penduduk asli,” katanya.

 

“Sekali lagi bagi PPMAN hanya dengan menggunakan media dialog maka permasalahan di proyek strategis nasional dapat diurai dengan jernih dan diselesaikan secara adil dan bermartabat,’’ tutup Anton Johanis.

Member of

Jl. Parakan Salak Desa No.1, Kemang, Kec. Kemang, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat 16310