Empat Orang Masyarakat Adat di Sanggau Dituduh Melakukan Tindak Pidana Penyerobotan Lahan Sawit

Empat orang Tokoh Masyarakat Adat di Komunitas Hibun Sanjan Kunut, Dusun Sanjan Kunut, Desa Kedakas, Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau, mendapat undangan klarifikasi pada 25 Februari 2022, atas Laporan pengaduan terkait dugaan Tindak Pidana Penyerobotan Lahan, di lokasi lahan hamparan Kebun Plasma Divisi 13 PT. Kebun Ganda Prima (KGP), yang beralamat di RT Sanjan Kunut, Dusun Kedakas, Desa Kedakas, Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau menurut surat tertanggal 24 Februari 2022, yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim Polres Sanggau AKP TRI PRASETIYO S.I.K.,M.H.

Keempat Tokoh Masyarakat tersebut adalah:

  1. DARIUS menjabat sebagai Kepala Adat Dusun Sanjan Kunut
  2. FRANSISKUS SUDOMO menjabat sebagai Kepala Adat RT 02 Sanjan Kunut
  3. L. SOLIHIN menjabat sebagai Kepala Adat RT 01 Sanjan Kunut
  4. OKTAVIANUS SESARIUS HADY menjabat sebagai Ketua RT 01 Sanjan Kunut

Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) mencatat, kronologi kasus ini bermulai dari tahun 1997 sampai tahun 1999, PT. KGP melakukan sosialisasi dan pembukaan lahan/tanah milik Masyarakat Adat, wilayah Kecamatan Kembayan dan Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau, untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit.

Pembukaan lahan/tanah milik Masyarakat Adat di wilayah ini diawali penyuluhan/sosialisasi yang dilakukan oleh pihak manajemen PT. KGP dengan melibatkan para Tokoh Masyarakat setempat yaitu Kepala Desa, Temenggung, Kepala Dusun, Ketua RT, dan Kepala Adat, serta mengetahui TP3DII (Tim Pembina Proyek Perkebunan Daerah Tingkat II) dengan mengacu Surat Pernyataan Bersama pada tanggal 28 April 1997, yang dikeluarkan di Kecamatan Kembayan dan Surat Perjanjian tanggal 10 Juli 1999 dibuat di Kecamatan Kembayan.

Dalam penyuluhan pembukaan dan pembangunan kebun kelapa sawit di wilayah Kecamatan Kembayan dan Kececamatan Tayan Hulu, yang mengacu Surat Pernyataan Bersama tanggal 28 April 1997 dan Surat Perjanjian tanggal 10 Juli 1999 dijanjikan bahwa “Pihak Pertama (PT.KGP) menyatakan bahwa pada usia kelapa sawit yang sudah ditanam mencapai 48 (Empat Puluh Delapan) bulan, kebun plasma tersebut sudah dapat dikonversi”.

Berjalan waktu, sejak penanaman hingga 48 bulan berlalu, kebun plasma milik petani (Masyarakat Adat penyerah lahan) belum juga dibagikan/dikonversikan. Hal ini menimbulkan rasa kegelisahan diantara Masyarakat Adat sebagai Pemilik lahan/tanah yang dikelola PT.KGP.

Kegelisahan di antara Masyarakat Adat terus berlanjut hingga sekitar tahun 2005 timbul gejolak sosial di antara Petani penyerah lahan (Masyarakat Adat) yang merasa ditipu oleh pihak Perusahaan PT.KGP, namun gejolak pada saat itu bisa diredam oleh pihak-pihak terkait (TP3DII) dengan berbagai alasan yang dapat diterima oleh Petani (Masyarakat Adat) di wilayah pengelolaan PT.KGP ini.

Gejolak konflik tidak padam sampai tahun 2005 saja. Tercatat, setiap tahun selalu terjadi konflik antara Petani penyerah lahan (Masyarakat Adat) melawan Perusahaan PT.KGP hingga sampai tahun 2013 sempat terjadi konflik yang cukup besar. Masyarakat Adat Penyerah Lahan/Tanah yang disebut Petani plasma PT.KGP di bawah naungan KUD Semegah (KUD Mitra Perusahaan/Bentukan Perusahaan) mengadakan aksi pemagaran lahan penyerahan. Aksi Pemagaran ini dipicu karena rasa kecewa Petani (Masyarakat Adat) atas tidak terealisasinya pembagian kapling plasma yang diperjanjikan pihak Perusahaan.

Selain persoalan pembagian/konversi kapling plasma, pemicu kekecewaan petani juga dikarenakan nilai angka kredit petani hingga umur tanaman kelapa sawit berumur kurang lebih 13 tahun tidak pernah ada transparansi nilai-angka kredit kebun plasma yang diakukan kepada petani.

Petani penyerah lahan (Masyarakat Adat) setiap bulan hanya dapat menikmati belasan persen dari penghasilan kebun yang dikatakan plasma oleh pihak perusahaan dan pihak KUD. Sumber penghasilan bagi petani tersebut didapati dari kebun yang dikatakan plasma pola akuan hasil dari pembagian pola penyerahan 7,5 Ha (dari penyerahan sebesar 7,5 Ha maka pembagiannya sebesar 2 ha untuk Petani/Masyarakat Adat penyerah lahan/tanah, sedangkan yang 5 ha dipergunakan untuk pembangunan kebun plasma dan yang 0,5 ha dipergunakan untuk infrastruktur serta fasilitas umum perusahaan).

Sehingga atas rasa kecewa masyarakat atas tidak kunjung selesainya berbagai persoalan yang timbul akibat dari kelalaian pihak perusahaan dalam memenuhi janji sesuai perjanjiaan serta tuntutan-tuntutan yang selalu diajukan masyarakat juga tidak kunjung diindahkan, bahkan Kriminalisasi Masyarakat Adat penyerah lahan/tanah yang sering terjadi ketika masyarakat menyampaikan aspirasi serta melakukan tindakan pemagaran yang bertujuan untuk mendapakan keputusan negosiasi yang berkeadilan.

Berjalan waktu karena persoalan-persoalan konflik antara Masyarakat Adat (Petani) melawan Perusahaan PT.KGP ini tidak kunjung terselesaikan, hingga pada tanggal 31 Mei 2017 lalu sekelompok Masyarakat Adat (Petani) sebagai penyerah lahan/tanah kepada PT.KGP melakukan gugatan wanprestasi (ingkar janji) secara perdata yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Sanggau dengan register nomor : 10/Pdt.G/2017/PN.Sag.

Gugatan ini dilakukan atas dasar perbuatan ingkar janji pihak perusahaan dalam hal ini PT. Kebun Ganda Prima terhadap janjinya saat melakukan penyuluhan-penyuluhan pembukaan kebun kelapa sawit di wilayah Kecamatan Kembayan dan Tayan Hulu sejak 17 tahun silam.

Sejak gugatan secara perdata masuk di pengandilan, sekelompok Masyarakat Adat petani penyerah lahan/tanah yang menggugat ini menahan diri untuk tidak mengerjakan/beraktivitas di atas lahan yang sedang dipersengketakan tersebut, demi menghormati proses Hukum yang sedang bergulir di Pengadilan Negeri Sanggau, Pengadilan Tinggi Pontianak, hingga Mahkamah Agung Jakarta demi mendapatkan Keputusan yang Adil bagi Masyarakat Adat penyerah lahan ini.

Namun, selama proses hukum sedang bergulir di PN Sanggau, PT Pontianak Kalbar, Kasasi dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung Jakarta, pihak perusahaan selalu melakukan aktivitas panen di lahan areal yang sedang dipersengketakan. Sementara jika masyarakat Adat (Petani) yang melakukan aktifitas panen diareal gugatan akan dilaporkan kepihak kepolisian untuk di pidana dengan tuduhan pencurian.

Karena merasa sering di tindak secara tidak adil, maka masyarakat Adat (Petani) penggugat sepakat untuk berusaha melarang pihak-pihak lain melakukan aktifitas diatas objek yang sedang disengketakan untuk menghormati proses Hukum pada saat perkara bergulir di Pengadilan.

Melarang pihak lain yaitu petani KK pindah yang ditempatkan oleh pihak KUD Semegah dan PT. KGP melakukan aktivitas di atas tanah sengketa ini, membuat Masyarakat Adat setempat mengalami beberapa kali intimidasi dari pihak PT. KGP, KUD Semegah bahkan dari pihak Kepolisian berupa panggilan-panggilan dari Polsek hingga Polres Sanggau.

Hingga pada saat ini proses hukum di lembaga peradilan sudah berakhir dengan keluarnya Putusan Peninjauan Kembali Nomor : 826 PK/Pdt/2020 tanggal 12 November 2020 dengan keputusan yang pada intinya menolak permohonan peninjauan kembali dari pemohon peninjauan kembali yaitu dari kelompok Masyarakat Adat penggugat penyerah lahan/tanah dari Kecamatan Tayan Hulu dan Kembayan.

Meskipun Putusan Pengadilan tidak mengabulkan sepenuhnya gugatan Masyarakat Adat Sanjan Kunut dan beberapa wilayah lainya yang tergabung dalam gugatan tersebut, namun mereka sampai saat ini masih mengupayakan Keadilan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam berupa tanah/lahan warisan turun temurun dari orang tua mereka, yang diserahkan untuk dikelola oleh pihak perusahaan sejak tahun 1999 lalu.

Hingga saat ini mereka masih menolak keberadaan petani KK pindah yang ditempatkan oleh pihak manajemen PT KGP bersama KUD Semegah, sehingga pada saat ini empat orang Tokoh Masyarakat dari kampung Sanjan Kunut kembali dilaporkan ke Polres Sanggau dengan tuduhan tindak Pidana “Penyerobotan Lahan”.

Atas tuduhan itu, Masyarakat Adat kampung Sanjan Kunut MEMBANTAH tuduhan yang di tuduhkan kepada mereka oleh para pelapor.

Faktanya adalah, masyarakat adat penyerah lahan sampai dengan saat ini masih belum mendapatkan Keadilan atas pengelolaan Sumber Daya Alam berupa tanah warisan leluhur turun temurun yang dikelola oleh PT KGP sejak tahun 1999 lalu.

Adapun tuduhan yang dilayangkan kepada MA oleh para pelapor adalah semata tudahan yang tidak mendasar, bagaimana mungkin sebagai Masyarakat Adat asli yang memang lahir dan dibesarkan di wilayah adat kampung Sanjan Kunut oleh orang tua dan leluhur terdahulu, bahkan sebelum NKRI terbentuk leluhur mereka sudah mendiami wilayah ini lalu mereka di tuduh sebagai “Penyerobot Lahan” oleh pihak Perusahaan dan KUD Semegah yang baru datang, dan hanya sebagai pengelola lahan/tanah sesuai penyerahan Masyarakat Adat setempat dengan perjanjian dan pernyataan baik lisan saat sosialisasi maupun tertulis.

Adapun penolakan yang diupayakan selama ini oleh Masyarakat Adat Sanjan Kunut adalah berupa penolakan atas keberadaan petani KK pindah, yang pada prinsipnya tidak memiliki dasar untuk menduduki tanah/lahan milik Masyarakat Adat Hibun Sanjan Kunut.

Petani KK pindah ini pada dasarnya memiliki lahan penyerahan ditempat atau kampungnya masing-masing, bukan diwilayah kampung Sanjan Kunut, Dusun Sanjan Kunut, Desa Kedakas, Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau.

Oleh karena penyerahan petani KK pindah ini bukan di wilayah kampung Sanjan Kunut, maka Masyarakat Adat Komunitas Hibun kampung Sanjan Kunut MENOLAK keberadaan petani KK Pindah di atas wilayah penyerahan MA Sanjan Kunut, akibat penolakan ini empat orang tokoh masyarakat kampung Sanjan Kunut dilaporkan ke pihak Kepolisian Polres Sanggau dengan tuduhan “Penyerobotan Lahan”.

Adapun menjadi alasan menolak Petani KK Pindah untuk menduduki tanah/lahan diwilayah adat kampung Sanjan Kunut adalah karena beberapa hal sebagai berikut :

  1. Bahwa jika petani KK pindah menduduki lahan di wilayah Dsn Sanjan Kunut, Desa Kedakas, maka hal ini akan menimbulkan konflik Horizontal sesama petani yang berkepanjangan dan membahayakan sesama petani.
  2. Bahwa berdasarkan sosialisasi pihak manajemen PT. KGP dan Surat Pernyataan Masyarakat Adat dari Dsn Sanjan Kunut, desa Kedakas tertanggal 19 November 1999 terkait pembukaan dan pengelolaan lahan/tanah di wilayah Dsn Sanjan Kunut, bahwa pengelolaan lahan diwilayah ini merujuk pada satu periode tanaman pohon kelapa sawit selama 35 tahun dan setelahnya maka lahan/tanah milik Masyarakat Adat Sanjan Kunut dikembalikan kepada Masyarakat Adat Sanjan Kunut sesuai dengan luas penyerahan masing-masing. (Surat Pernyataan 19 November 1999 terlampir).
  3. Bahwa perlu diketahui bersama bahwa sampai dengan saat ini status lahan penyerahan Masyarakat Adat kampung Sanjan Kunut masih berstatus konflik, hal ini dikarenakan belum adanya penyelesaian konflik yang baik dengan saling menghormati dan menghargai hak masing-masing diantara dua pihak yaitu Masyarakat Adat sebagai penyerah lahan dan PT. KGP sebagai pengelola lahan.
  4. Terkait dengan gugatan Masyarakat Adat pada tahun 2017 hingga 2020 lalu, hal ini dikarenakan adanya pengingkaran perjanjian saat sosialisasi dan Surat Pernyataan yang dibuat oleh Masyarakat Adat Sanjan Kunut saat penyerahan lahan pada 19 November 1999 silam.
  5. Yang dimaksud dengan pengingkaran oleh Pihak PT. KGP dalam point 4 diatas adalah pengingkaran dengan mengabaikan perjanjian lisan saat sosialisasi pembukaan kebun oleh manajeman PT KGP beberapa tahun lalu dan Surat Pernyataan Masyarakat Adat yang meminta pembangunan kebun kelapa sawit plasma berdampingan dengan kebun Inti perusahaan. Hal ini dimintai oleh masyarakat karena mengingat setelah habis periode tanaman kelapa sawit, maka tanah tersebut dikembalikan secara untuh kepada masyarakat adat penyerah ataupun ahli warisnya sesuai dengan penyampaian pihak manajemen PT. KGP saat sosialisasi pembukaan lahan dan kebun dikampung Sanjan Kunut pada tahun 1999 silam.
  6. Jika sudah habis masa periode tanaman kelapa sawit, dan jika pihak PT.KGP masih melanjutkan pengelolaan tanah/lahan milik masyarakat adat Dsn Sanjan Kunut, maka kedua belah pihak yang terdiri dari pihak Masyarakat Adat Sanjan Kunut dan Pihak Manajemen PT. KGP harus duduk bersama untuk melakukan musyawarah ulang dan membuat perjanjian kembali untuk kelanjutan pengelolaan lahan/tanah milik masyarakat adat kampung Sanjan Kunut.
  7. Oleh karena beberapa hal tersebut diatas, pernyataan tuduhan “Penyerobotan Lahan” yang dituduhkan kepada Tokoh Masyarakat Adat maupun anggota Masyarakat Adat kampung Sanjan Kunut adalah salah sasaran.
  8. Untuk petani KK pindah, Masyarakat Adat Sanjan Kunut juga menyarankan agar menduduki posisi lahan plasma dipenyerahan masing-masing wilayah/kampungnya, agar tidak timbul persoalan konflik horizontal sesama petani penyerah lahan/tanah dikemudian hari dengan melakukan kordinasi yang baik dengan pihak manajemen PT. KGP.

Selain tuduhan “penyerobotan lahan”, empat orang Tokoh Masyarakat Sanjan Kunut ini juga dituduh melakukan kesalahan yang merugikan KUD Semegah, dengan menjual TBS Kelapa Sawit kepada pihak luar yaitu RAM penampung dan pabrik bukan PKS PT. KGP.

Berdasarkan pengakuan dari masyarakat Sanjan Kunut, bahwa mereka menjual TBS keluar dikarenakan KUD Semegah kurang lebih 3 tahun terakhir ini sudah off membeli TBS dan bahkan kantor KUD Semegah pun sudah tutup.

Demikian kronologis penolakan Masyarakat Adat Komunitas Hibun Sanjan Kunut atas keberadaan petani KK Pindah diwilayah Hibun Sanjan Kunut dan tuduhan-tuduhan pihak PT KGP dan KUD Semegah, kepada tokoh masyarakat dan Masyarakat Adat Sanjan Kunut.

Previous
Next

Berita & Artikel Terbaru

Form Konsultasi

Member of

tes-removebg-preview
Jl. Parakan Salak Desa No.1, Kemang, Kec. Kemang, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat 16310