Pada 25 Oktober 2023, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) beserta delapan orang anggota Komunitas Masyarakat Adat telah mengajukan gugatan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad) terhadap DPR RI dan Presiden RI. Gugatan tersebut terdaftar dengan Perkara No. 542/G/TF/2023/PTUN.JKT di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
RILIS: Masyarakat Adat Menggugat Kewajiban Konstitusional Negara Melalui Jalan Pengadilan
Para Penggugat menilai sikap abai atau diam DPR RI dan Presiden RI terhadap permohonan yang diajukan adalah Tindakan Administratif Pemerintahan. Hal ini merujuk pada terminologi Tindakan Pemerintahan dalam UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan (“UU AP”) jo.
Kemudian Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad).
Para Penggugat menilai majelis hakim keliru menilai Objek Sengketa dalam perkara a quo, sebab Objek Sengketa seharusnya adalah Tindakan Administrasi Pemerintahan tidak melakukan perbuatan konkret (by omission) dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, yakni akibat mengabaikan atau tidak merespons Surat No. 019/PPMAN/VII/2023, tertanggal 24 Juli 2023, perihal: Permohonan Pembentukan UU. Tentang Masyarakat Hukum Adat, akan tetapi majelis hakim berusaha secara paksa menghubungkan objek sengketa dengan posita dan petitum, dimana seolah-olah Objek Sengketa dalam perkara a quo adalah Pembentukan Undang-Undang Tentang Masyarakat Hukum Adat.
Gugatan Masyarakat Adat Sedang Berlangsung, Ketua Adat Ompu Umbak Siallagan Ditangkap
Berdasarkan hal-hal tersebut, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) sebagai Kuasa Hukum Para Penggugat menilai perlu membaca ulang Putusan PTUN Jakarta Nomor: 542/G/TF/2023/PTUN.JKT, tanggal 16 Mei 2024 melalui mekanisme Eksaminasi untuk memperkuat argumentasi hukum dalam upaya hukum selanjutnya.
“Eksaminasi ini bertujuan menguji pertimbangan hukum hakim dalam putusan perkara gugatan masyarakat adat terhadap DPR dan Presiden, sekaligus sebagai bahan dalam mempersiapkan upaya advokasi hukum lanjutan. Kami berterima kasih kepada para eksaminator dan peserta yang terlibat. Dalam proses eksaminasi, kita menemukan bahwa pertimbangan hukum majelis hakim tidak utuh atau lengkap dan terjadi pertentangan antara pertimbangan hukum,” kata Fatiatulo Lazira, S.H. Koordinator Region Jawa PPMAN, Sabtu 1 Juni 2024.
PPMAN menilai, pertama, majelis hakim pada bagian awal pertimbangan hukum menyatakan bahwa tindakan DPR dan Presiden yang mengabaikan permohonan AMAN, dan lainnya, untuk membentuk UU Masyarakat Adat adalah objek sengketa Tata Usaha Negara, sementara pada pertimbangan hukum lainnya menyatakan bukan objek sengketa karena yang kita mohonkan adalah pembentukan undang-undang sebagai pengaturan yang bersifat umum (regeling).
Mengenal O’Hongana Manyawa di Hutan Halmahera yang ‘Dikepung’ Tambang Nikel
“Kedua, para eksaminator menyatakan bahwa proses pembentukan undang-undang adalah tindakan administratif sebelum terbitnya sebuah produk hukum atau regeling. Hal ini yang tidak diuraikan majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya. Masih banyak hal lainnya yang tentu akan kami uraikan dalam upaya hukum selanjutnya,” tambah Fatiatulo Lazira.
—
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi narahubung berikut ini:
Fatiatulo Lazira, S.H. – 0812-1387-776
Ermelina Singereta, S.H, M.H – 0812-1339-904