Senin, 17 Maret 2025, Maumere – Kami dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) selaku kuasa hukum 8 (delapan) masyarakat adat dengan ini menyampaikan sikap terkait putusan majelis hakim PN Maumere yang mengadili perkara pidana Nomor 1/pid.b/2025/PN.Mme yang bersifat ultra petita antara Masyarakat Adat Suku Soge Natarmage – Goban Runut dengan PT. Krisrama.
Putusan hakim yang menjatuhkan vonis 10 bulan penjara melebihi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU dan kewenangan hukum majelis hakim ini telah menimbulkan keprihatinan mendalam bagi kami. “Masyarakat adat yang selama ini berjuang mempertahankan hak atas tanah, sumber daya alam, dan keberlangsungan hidup, keputusan ini bukan hanya merugikan para terdakwa, tetapi juga mencederai prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia, khususnya hak-hak masyarakat adat yang telah diakui secara konstitusional, instrumen hukum nasional maupun internasional” ungkap, Syamsul Alam Agus, Ketua PPMAN yang juga merupakan advokat pembela para terdakwa.
Kami menilai bahwa keputusan ultra petita dalam perkara ini mencerminkan adanya penyimpangan dari asas hukum yang berlaku, serta berpotensi memperburuk ketimpangan akses keadilan bagi masyarakat adat yang sering kali menjadi korban konflik dengan korporasi. Putusan ini juga mengabaikan fakta-fakta hukum yang menunjukkan bahwa masyarakat adat dalam perkara ini hanya berusaha mempertahankan tanah leluhur mereka dari perampasan dan eksploitasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan.
Dalam Perkara Pidana menurut Syamsul Alam seharusnya hakim tidak boleh menjatuhkan pidana yang lebih berat dari apa yang dituntut oleh penuntut umum. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf c KUHAP yang menegaskan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang melebihi atau berbeda dari yang didakwakan dan dipertegas dalam HIR Pasal 178 ayat (2) dan (3) yang melarang seorang hakim untuk memutus melebihi dari apa yang dituntut.
Atas putusan ultra petita yang merugikan terdakwa menurut Syamsul Alam dapat dilakukan upaya hukum banding karena dinilai tidak adil dan merugikan serta upaya hukum kasasi karena putusan bertentangan dengan prinsip hukum dalam KUHAP.
Sebagaimana kita ketahui dalam pertimbangan keputusannya, majelis hakim berpendapat sama dengan ahli Prof. DR. Widodo Dwi Putro, S.H., M.H yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa bahwa diakuinya pemisahan horizontal, yang artinya penguasaan bidang tanah berdasarkan bukti kepemilikan yang sah tidak serta merta menguasai harta benda diatas tanah tersebut.
Atas pertimbangan majelis hakim diatas, Anton Yohanis Bala, S.H., kuasa hukum terdakwa lainnya berpendapat bahwa sepatutnya penegak hukum, Kepolisian Sikka menindaklanjuti laporan warga yang menjadi korban atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh PT. Krisrama yang membongkar rumah dan tanaman produktif masyarakat adat pada tanggal 22 Januari 2025.
Sehubungan dengan itu, kami menuntut:
1. Peninjauan Kembali Putusan : Kami mendesak Mahkamah Agung atau lembaga peradilan terkait untuk meninjau kembali keputusan yang bersifat ultra petita ini guna memastikan keadilan ditegakkan sesuai dengan hukum yang berlaku;
2. Perlindungan Hak Masyarakat Adat : Pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih serius dalam melindungi hak-hak masyarakat adat sesuai dengan UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat;
3. Evaluasi Independen terhadap Proses Peradilan : Kami menyerukan adanya evaluasi independen terhadap proses peradilan dalam kasus ini untuk memastikan tidak adanya intervensi dari pihak berkepentingan serta menjamin peradilan yang bebas, jujur, dan tidak memihak;
4. Tanggung Jawab Perusahaan : Kami menuntut pertanggungjawaban perusahaan atas tindakan mereka yang telah menyebabkan konflik dengan masyarakat adat, termasuk penguasaan tanah tanpa persetujuan, perusakan lingkungan, dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat.
Kami percaya bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa diskriminasi. Putusan ultra petita dalam kasus ini mencerminkan ketidakberpihakan hukum terhadap masyarakat adat yang selama ini berjuang mempertahankan hak-haknya. Kami akan terus mengawal kasus ini dan mengambil langkah-langkah hukum serta advokasi demi memastikan hak-hak masyarakat adat tetap terlindungi, tegas Alam.
Demikian pernyataan ini kami sampaikan. Kami mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, dan organisasi hak asasi manusia untuk bersolidaritas dalam memperjuangkan keadilan bagi masyarakat adat.
Kontak :
⁃ Syamsul Alam Agus, S.H., 08118889083
⁃ Anton Yohanis Bala, S.H., 085239444482