Kemenangan Masyarakat Adat “Sorbatua Sialagan (Masyarakat Adat)“ Bebas Pada Putusan Banding di Pengadilan Tinggi

Jakarta, 18 Oktober 2024

 

Tim Kuasa Hukum Sorbatua Sialagan, yang tergabung dalam Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara mengucapkan terimakasih atas Putusan yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Medan atas putusan bebas terhadap terdakwa Sdr Sorbatua Sialagan. Perkara ini diperiksa oleh tiga (3) orang hakim dan diketuai oleh Hakim Syamsul Bahri, S.H.M.H.

 

Dalam sidang putusan yang digelar pada Kamis 18 Oktober 2024, Pengadilan Tinggi Medan memutuskan untuk “mengadili” Menerima Permintaan banding dari terdakwa dan penuntut umum, membatalkan putusan Pengadilan Negeri Simalungun, menyatakan perbuatan Terdakwa Sorbatua Sialagan terbukti ada tetapi perbuatannya tersebut bukan perbuatan pidana melainkan perbuatan perdata, Melepaskan Terdakwa Sorbatua Sialagan oleh karena itu dari segala tuntutan Penuntut Umum, Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum membebaskan Terdakwa Sorbatua Sialagan dari Rumah Tahanan Negara, memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.

 

Ketua PPMAN, Syamsul Alam Agus merespon atas putusan bebas Sorbatua Sialagan, dalam keteranganannya Alam mengatakan bahwa kami sudah memperkirakan ini sebelumnya, sejak awal proses di Kepolisian kami sudah memperkirakan bahwa Sorbatua Sialagan akan bebas, namun ternyata keyakinan kami berbeda dengan sikap dan cara pandang hakim pada Pengadilan Tingkat pertama yang menghukum Sorbatua. Alam menambahkan sejak awal tim hukum sudah merasakan kemenangan atas kasus ini karena jika melihat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum menggunakan Pasal 50 ayat 2 huruf b UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan UU No. 6 tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU NO. 2 TAHUN 2002 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang.

 

Keraguan kami terkait dengan Pasal Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, selaras dengan pendapat ahli, Dimana ahli menjelaskan bahwa Jaksa Penuntut Umum telah keliru menggunakan UU tersebut, karena dengan mengacu asas hukum yang baru mengenyampingkan hukum yang lama jika mengatur hal yang sama, dimana dalam kasus ini ada undang-undang yang baru yaitu UU No. 6 tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU NO. 2 TAHUN 22 Tentang Cipta Kerja menjadi UU tetapi mengapa dalam kasus ini Jaksa Penunut Umum masih menggunakan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. sementara UU ini sudah dibatalkan oleh MK pada putusan MK Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

 

Ketua PPMAN ini juga menambahkan sejak awal kasus ini sudah bertentangan dengan Asaz Legalitas, dimana seseorang dapat dipidana berdasarkan pada perbuatan yang dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan, sementara tidak ada satu bukti dan saksi yang memberikan keterangan dalam proses persidangan yang melihat Sorbatua Sialagan melakukan tindakan melanggar hukum. Selain itu sangat tidak mungkin Sorbatua Sialagan merusak tanahnya sendiri, karena itu merupakan tanah leluhurnya, yang Masyarakat Adat tinggal sudah ratusan tahun.

 

Kami mengucapkan terimakasih atas putusan ini, kami selalu yakin bahwa Sorbatua Sialagan tidak bersalah dan ternyata keyakinan kami benar, karena hari ini kami mendapatkan kemenangan itu. Ini merupakan putusan terbaik, ditengah banyaknya kasus Masyarakat adat yang mengalami tindakan kriminalisasi karena dianggap merusakan atau mendiami wilayah adatnya. Alam menambahkan bahwa kami memiliki kasus serupa yang terjadi di Wilayah Nusa Tenggara Timur dan dilepaskan juga karena perbuatan tersebut bukanlah perbuatan melanggar hukum.

 

Ini merupakan keberhasilan Masyarakat Adat dan berharap ke depan semakin banyak hakim yang memiliki persepektif pada penanganan perkara Masyarakat Adat.