PPMAN Minta Kementerian ATR/BPN Selesaikan Konflik Agraria yang Merugikan Masy. Adat di Flores

Oleh Apriadi Gunawan


Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk segera menyelesaikan konflik agraria yangmerugikan komunitas Masyarakat Adat di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).


Permintaan itu disampaikan oleh Koordinator PPMAN Region Bali Nusra Anton Yohanis Bala bersama Staf Bidang Pemantauan dan Dokumentasi Seknas PPMAN Surti Handayani saat menemui Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni di ruang kerjanya pada Selasa, 6 Desember 2022.


Anton Yohanis Bala menyatakan bahwa konflik agraria yang terjadi di Flores, tidak hanya melibatkan perusahaan sebagai pelaku, tapi juga institusi negara melalui kebijakannya, mulai dari penetapan kawasan hutan lindung, pertambangan, sampai Proyek Strategis Nasional (PSN) di Waduk Lambo, Kabupaten Nagekeo. Ia menyebut ada puluhan konflik agraria yang terjadi saat ini di wilayah adat di Flores.

“PPMAN minta semua konflik agraria yang merugikan Masyarakat Adat di Flores, segera diselesaikan,” katanya kepada Wakil Menteri ATR/BPN.


Anton menyebutkan bahwa konflik agraria yang amat merugikan Masyarakat Adat di sana, termasukkasus penyelesaian tanah eks HGU antara PT Renha Rosari Keuskupan Larantuka dan Masyarakat Adat Suku Tukan di Flores Timur serta PT Kristus Raja Keuskupan Maumere dan Masyarakat Adat Tana Ai suku Soge dan Goban di Sikka. Ia menerangkan kalau hingga kini, kasus tersebut masih menemui jalan buntu.

Dalam pemaparannya, Anton mengatakan kepada Raja Juli Antoni bahwa pemegang HGU adalah perusahaan-perusahaan milik gereja Katolik.


“Beliau (Raja Juli) sempat tersentak saat diberi tahu pemegang HGU itu adalah perusahaan-perusahaan milik gereja Katolik. Ada kesan kaget dan heran,” katanya.


Anton menjelaskan bahwa sudah pernah ada dialog untuk menyelesaikan kasus konflik agraria itu. Bahkan, pernah terbit dua kali Surat Keputusan (SK) Bupati Sikka tahun 2016 dan 2020 sebagai landasan hukum. Tapi, itu tetap tidak pernah tuntas dijalankan oleh pemerintah.


Anton menduga ada semacam kongkalikong atau permainan antara Pemerintah Daerah (Pemda) dan aparat Kementerian ATR/BPN di level provinsi dan kabupaten untuk memuluskan kepentingan perusahaan milik gereja Katolik dengan menabrak ketentuan hukum yang ada.


“Inilah inti dari maksud kedatangan PPMAN menemui Wakil Menteri ATR/BPN. Kami berharap Wakil Menteri ATR/BPN dapat melakukan pemantauan dan pengawasan atas proses pembaruan HGU agar tidak sewenang-wenang, menabrak aturan hukum, dan merugikan Masyarakat Adat yang sedang memperjuangkan hak-haknya,” ungkapnya.


Menanggapi hal itu, Raja Juli Antoni menyayangkan terjadinya konflik agraria yang melibatkan pihak gereja Katolik ini. Raja menanyakan apakah Masyarakat Adat punya sejarah penguasaan dan sudah berapa lama menempati lokasi tanah eks HGU tersebut.


Menjawab itu, Anton mengatakan, Masyarakat Adat sudah lama menempati tanah eks HGU. Ia juga menegaskan kalau Masyarakat Adat memiliki sejarah asal-usul yang jelas untuk memiliki tanah eks HGU tersebut. Karenanya, sebut Anton, mereka siap untuk kembali ke meja dialog untuk menyelesaikan persoalan konflik agraria tersebut.


Raja Juli pun meminta Masyarakat Adat untuk membuat laporan dan kronologi kasus agar bisa lebih konkret diawasi dan diselesaikan.


“Saya ingin konflik agraria ini cepat selesai,” katanya.

PPMAN : Kasus Perampasan Wilayah Adat Makin Meningkat

Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) yang didukung Pengurus Besar (PB) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melakukan pelatihan paralegal untuk kader Komunitas masyarakat adat diregion Sulawesi Komunitas adat Pamona Sulawesi Tengah (Sulteng) pada 28/11/2022

“Mengingat beragamnya masalah hukum yang terjadi dan menimpa masyarakat adat diwilayah yang menjadi objek pembangunan negara, maka sangat diperlukan peran serta masyarakat adat itu sendiri untuk bersama berjuang,dan membantu komunitasnya dalam memperjuangkan hak-haknya,” kata Maulana Koordinator PPMAN Region Sulawesi.

 

Menurutnya, berdasarkan catatan akhir tahun 2021 dari AMAN menunjukan perampasan wilayah adat, kekerasan, kriminalisasi dan penyangkalan terhadap masyarakat adat masih terus berlangsung dan semakin meningkat.

 

AMAN dan PPMAN sepanjang tahun 2022 setidaknya menerima 35 kasus perampasan wilayah adat yang mencakup areal seluas 251.000 hektar dan berdampak pada 103.717 jiwa. Bahkan satu orang warga masyarakat adat Toruakat di Bolaang Mongondow Sulawesi Utara tertembak mati dalam bentrok dengan Perusahaan tambang PT. Bulawan Daya Lestari.

 

Sehingganya kata Maulana, pelatihan para legal ini bertujuan untuk kapasitas komunitas masyarakat adat, baik itu pengetahuan, wawasan, keterampilan, serta keahlian dalam mendampingi dan menangani kasus masyarakat adat yang menjadi korban dari rencana pembangunan negara.

 

Hal senada diungkapkan Noval A. Saputra Biro Advokasi PW AMAN Sulteng bahwa pelatihan paralegal ini diikuti oleh para pemuda-pemudi komunitas masyarakat adat di Region Sulawesi, para peserta selain mendapatkan materi inclass mereka juga diajak melakukan observasi di lingkungan PT. Poso Energi dan observasi di lingkungan Desa Kuku Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso.

 

“Hemat saya, ini model pelatihan yang bisa dilakukan secara berkelanjutan di komunitas-komunitas lainnya, sehingga bisa menemukan dan mengenali peluang serta ancaman bagi komunitas masyarakat adat dengan memberdayakan pemuda dan perempuan,” tuturnya.

 

Kegiatan yang berlangsung dari 28 November sampai dengan 2 Desember itu diikuti sejumlah perwakilan dari setiap komunitas masyarakat adat dimasing-masing wilayah.

 

Berikut Nama-nama Komunitasnya :

  1. Komunitas Masyarakat Adat Pamona Kabupaten Poso Sulteng
  2. Komunitas Masyarakat Adat Togean Kabupaten Tojo Una una Sulteng
  3. Komunitas Masyarakat Adat Kaili Tado Sulteng-Sulbar
  4. Komunitas Masyarakat Adat Kasimbar Parimo Sulteng
  5. Komunitas Masyarakat Adat Mateko Kabupaten Gowa Sulsel
  6. Komunitas Masyarakat Adat Rampi Kabupaten Luwu Utara Sulsel
  7. Komunitas Masyarakat Adat Seko Kabupaten Luwu Utara Sulsel
  8. Komunitas Masyarakat Adat Pali Kabupaten Tanah Toraja Sulsel
  9. Komunitas Masyarakat Adat Sa’dan Kabupaten Tanah Toraja Sulsel
  10. Komunitas Masyarakat Adat Makale Kabupaten Tanah Toraja Sulsel
  11. Komunitas Masyarakat Adat Karama Kabupaten Mamuju Sulbar
    12 komunitas Masyarakat Adat Tabulahan Kabupaten Mamasa Sulbar
  12. Komunitas Masyarakat Adat Adolang Kabupaten Majene Sulbar
  13. Perwakilan Kader Organisasi Sayap (Perempuan AMAN dan Barisan Pemuda Adat Nusantara di Sulteng)

 

Jurnalis SMS Samsir

Sumber: https://matasms.com/ppman-kasus-perampasan-wilayah-adat-makin-meningkat/